Pilihan
Puluhan Destinasi Wisata Tumbuh di Kawasan Hutan di Sumbar
Ketum PSSI, Erick Thohir Datangkan Direktur Teknik dari Jerman
Ustad Abdul Somad Geram Panji Gumilang Ajarkan Salam Yahudi di Ponpes
PUPR Targetkan Perbaikan Jalan Daerah Dimulai Juni 2023
Mahfud MD: Jika Informasi Dikelola Tertutup, Maka Negara Otoriter
Terpapar Korona setelah Tahlilan, Satu Kampung Diisolasi
SURABAYA – Jumlah kasus positif Covid-19 di Jawa Timur terus menanjak. Hingga kemarin, jumlah pasien positif mencapai 2.281 orang. Jauh menyalip Jawa Barat yang memiliki 1.677 kasus positif. Jawa Timur kini menjadi provinsi tertinggi kedua setelah Jakarta.
Surabaya dan Sidoarjo memberikan kontribusi terbanyak kasus korona di Jatim. Surabaya memiliki 1.109 kasus positif dan Sidoarjo 322 kasus positif. Di Sidoarjo, ada klaster besar yang muncul. Yakni, di Desa Waru, Kecamatan Waru. Untuk mengerem laju penularan, sejumlah akses desa ditutup. Warga yang terpapar diminta melakukan isolasi mandiri. Kemarin (18/5) Kapolresta Sidoarjo Kombespol Sumardji berkunjung ke zona merah tersebut. Dia ingin memastikan bahwa Desa Waru benar-benar dijaga ketat. Tak sembarang orang diperbolehkan berkeliaran. Prosedur pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diterapkan. Jalan-jalan tikus dikunci rapat.
Ketua RW 12, Desa Waru, Mujiono menjelaskan, sejak 15 warga terpapar korona, aktivitas kampung dibatasi. Seluruh warga diminta melakukan isolasi mandiri. Sebisa-bisanya mereka berdiam di dalam rumah. ’’Kalau mendadak, warga yang keluar rumah harus mendapatkan surat izin RT/RW,’’ ucapnya.
Awalnya, 235 warga melakukan isolasi mandiri. Mereka terindikasi melakukan interaksi dengan warga yang positif korona. Nah, kemarin jumlah yang menjalani isolasi mandiri bertambah. ’’Yang isolasi mandiri mencapai 507 orang,’’ katanya.
Kombespol Sumardji menjelaskan, merebaknya korona di RW 12 berawal dari kegiatan tahlilan untuk mendoakan dua orang yang meninggal. Dua warga yang tutup usia itu belakangan diketahui positif korona. Setelah kegiatan tersebut, warga mulai terpapar. Jumlah PDP mencapai 16 orang. Sebanyak 15 orang positif mengidap virus yang hingga kini belum ada obatnya itu. ’’Saya sebut ini klaster tahlilan,’’ ucap Sumardji.
Untuk melihat laju persebaran korona, pemkab menggelar rapid test kemarin. Seluruh warga desa menjalani uji cepat itu. ’’Ada 44 orang yang reaktif. Memang belum keseluruhan. Namun, kami putuskan warga harus isolasi mandiri,’’ jelasnya. Untuk mencukupi kebutuhan warga, polisi dan TNI mendirikan sentra pangan. Fungsinya, menyuplai seluruh kebutuhan makanan bagi warga yang menjalani isolasi mandiri. Selain itu, petugas menyiapkan kebutuhan santap sahur dan berbuka puasa. ’’Agar warga yang menjalani isolasi tak stres, kami cukupi seluruh kebutuhan,’’ paparnya.
Selain Desa Waru, polisi dan pemkab juga memantau ketat Desa Pepelegi, Kecamatan Waru. Di desa tersebut ada 17 warga yang hasil rapid test-nya reaktif. Mereka merupakan warga yang sebelumnya ikut dalam pemakaman seseorang yang terindikasi positif Covid-19. Namun, sebelum dimakamkan, jenazah warga yang meninggal tersebut dibuka. Dikeluarkan dari peti dan disucikan kembali. Sebagian warga sudah di-swab. Sebagian lagi baru kemarin menjalani swab. ’’Di wilayah ini belum bisa disebut klaster karena hasil swab yang menunjukkan positif Covid-19 belum ada,’’ kata Kepala Dinkes Sidoarjo drg Syaf Satriawarman. Meski demikian, dinkes mengimbau warga yang hasil rapid test-nya reaktif melakukan isolasi mandiri hingga hasil tes swab keluar.
Andalkan Gugus Tugas RT-RW
Rencana melonggarkan PSBB dipastikan belum dilaksanakan dalam waktu dekat. Pemerintah akan melihat hasil kajian terlebih dahulu untuk menentukan apakah sebuah wilayah sudah boleh dilonggarkan atau belum.
Hal itu disampaikan Presiden Joko Widodo saat memimpin ratas virtual mengenai percepatan penanganan Covid-19 di Jakarta kemarin (18/5). ’’Saya ingin tegaskan bahwa belum ada kebijakan pelonggaran PSBB,’’ ujarnya. Dia tidak ingin masyarakat menganggap bahwa PSBB mulai dilonggarkan.
Yang sedang disiapkan pemerintah baru sebatas rencana atau skenario pelonggaran. Rencana tersebut akan diputuskan setelah timing-nya tepat berdasar data dan fakta lapangan. ’’Dua minggu ke depan pemerintah masih tetap fokus pada larangan mudik dan mengendalikan arus balik,’’ lanjutnya.
Berdasar diskusi bersama para gubernur, disimpulkan bahwa garda terdepan pengendalian Covid-19 adalah unit masyarakat terbawah. Yakni, warga di lingkungan RT dan RW. Karena itu, presiden meminta seluruh kepala daerah memperkuat gugus tugas di level RT-RW tersebut atau setidaknya di tingkat desa. Mereka menjadi kunci mengendalikan penularan dalam skala kecil.
Untuk mendukung kebijakan itu, puskesmas akan diperkuat. Di Indonesia terdapat 10.134 puskesmas. Sebanyak 4.000 di antaranya memiliki fasilitas rawat inap. Juga, ada 4.883 dokter praktik keluarga dan klinik-klinik pratama yang melayani program Jaminan Kesehatan Nasional. Mereka akan menjadi ujung tombak pengujian sampel dan contact tracing Covid-19.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menjelaskan, yang dibahas dalam ratas adalah skenario-skenario pelonggaran PSBB. Pemberlakuannya bergantung pada hasil analisis data lapangan, apakah sudah memungkinkan untuk dilakukan pengurangan pembatasan atau belum.
Hingga saat ini, konsentrasi utama Covid-19 masih berada di Jawa. Sebanyak 67 persen pasien positif berada di Jawa, 79 persen pasien meninggal di Jawa, termasuk 59 persen pasien sembuh. ’’Jawa Timur mengalami kenaikan kasus mingguan sebesar 70 persen,’’ ungkap perwira tinggi TNI berpangkat Letnan Jenderal itu.
Pada bagian lain, Pemprov Jawa Timur (Jatim) akhirnya mencabut surat yang membolehkan salat Id berjamaah di masjid. Keputusan tersebut diambil setelah pemprov melakukan pengkajian ulang dengan melibatkan berbagai pihak terkait. ”Surat itu tidak berlaku lagi,” ujar Sekdaprov Jatim Heru Tjahjono kemarin.
Surat yang dimaksud tersebut bernomor 451/7809/012/2020 tertanggal 14 Mei 2020. Dalam surat yang ditujukan kepada Masjid Al Akbar (MAS) Surabaya itu, pemprov memperbolehkan pelaksanaan salat Id berjamaah di masjid selama menjalankan protokol kesehatan. Misalnya, harus ada jarak antarjamaah 1 hingga 2 meter. Lalu, saf pertama dan kedua dibentuk zig-zag. Pengurus masjid juga diminta menyediakan plastik untuk membungkus sandal yang bisa dibawa ke dalam. Dengan begitu, tidak ada jamaah yang berdesakan saat mencari sandal setelah salat.
Surat itu langsung memicu kontroversi. Sebab, persebaran virus korona di Jatim masih tinggi. Apalagi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa agar daerah yang masuk zona merah tidak melaksanakan salat Id berjamaah di masjid.
Lebih lanjut Heru mengatakan, keputusan menarik surat itu disampaikan setelah berkoordinasi dengan Biro Kessos dan Biro Hukum Pemprov Jatim. Surat tersebut dianggap menimbulkan pro dan kontra. Karena itu, pihaknya memutuskan untuk mencabut surat tersebut. ”Ini untuk kebaikan bersama,” tutur dia.
Dari Jakarta, MUI menyatakan bahwa melaksanakan salat Id di rumah tidak akan mengurangi kualitas kesunahan. Hal itu direkomendasikan untuk daerah-daerah yang persebaran Covid-19-nya belum terkendali.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am Sholeh mengungkapkan, salat Id berjamaah boleh dilakukan di daerah yang memenuhi dua syarat. Pertama, harus dipastikan penularan Covid-19 pada 1 Syawal sudah terkendali. Indikatornya adalah angka penularan menurun. Kemudian, sudah ada keputusan pemerintah setempat soal kelonggaran aktivitas sosial. ”Ini harus diputuskan berdasar otoritas yang punya kompetensi dan kredibilitas. Otoritas di bidang epidemiologi yang amanah, kompeten, dan kredibel,” jelasnya.
Kondisi kedua adalah daerah-daerah terpencil, desa-desa, maupun kawasan kepulauan yang terisolasi. Serta di kawasan perumahan homogen yang tidak terdeteksi adanya infeksi Covid-19. ”Tapi tetap harus memperhatikan protokol kesehatan,” tuturnya. (Ilham Safutra/aph/may/byu/idr/tau/byu/c9/c19/c7/oni/jawapos)
Tulis Komentar