Pilihan
Puluhan Destinasi Wisata Tumbuh di Kawasan Hutan di Sumbar
Ketum PSSI, Erick Thohir Datangkan Direktur Teknik dari Jerman
Ustad Abdul Somad Geram Panji Gumilang Ajarkan Salam Yahudi di Ponpes
PUPR Targetkan Perbaikan Jalan Daerah Dimulai Juni 2023
Mahfud MD: Jika Informasi Dikelola Tertutup, Maka Negara Otoriter
Sederet Upaya Membangunkan Sektor Properti di Tengah Pandemi
JAKARTA, PROPERTYBISNIS - Pandemi covid-19 melemahkan berbagai aktivitas perekonomian tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh mancanegara. Pandemu juga membuat kinerja sektor properti menjadi melempem pada saat ini.
Kebijakan yang dilakukan pemerintah Indonesia juga telah banyak dalam upaya membangkitkan gairah perekonomian, yang juga mencakup sektor properti. Namun, terlihat di lapangan bahwa pengembang baik perkantoran maupun perumahan tidak lagi agresif dalam membangun proyek properti.
Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto dalam paparan properti mencontohkan beberapa aktivitas pembangunan gedung perkantoran akan mundur waktu penyelesaian konstruksinya, sedangkan gedung yang mulai beroperasi pada kuartal II 2021 ini adalah Trinity Tower (di kawasan CBD atau sentrabisnis Jakarta) dan Wisma Barito Pacific 2 (di luar CBD).
Selain itu, pertumbuhan pasok perkantoran relatif diperkirakan bakal terbatas dalam kurun waktu dua hingga tiga tahun ke depan, serta cukup sulit untuk memprediksi kapan pengembang akan memulai pembangunan gedung-gedung baru.
Ferry mengungkapkan untuk pertama kalinya tingkat hunian perkantoran di kawasan CBD berada di bawah 80%, yang terjadi antara lain karena pengurangan luas kantor.
Berdasarkan data Colliers, rata-rata tingkat hunian gedung perkantoran di kawasan CBD Jakarta adalah sekitar 80% di sepanjang Jalan Thamrin Jakarta Pusat, 79% baik di Jalan Sudirman dan Satrio, 81% di Rasuna Said maupun di Gatot Subroto, dan 71% di Mega Kuningan.
Sebelumnya, Head of Capital Markets & Investment Services Colliers Indonesia Steve Atherton mengatakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) bakal membuat investor sektor properti lebih berhati-hati. Aturan baru tersebut membuat pergerakan bisnis sektor properti akan lebih terlokalisasi. Sedangkan optimisme pasar properti masih tertahan sehingga investor lebih memilih langkah teraman.
Dari berbagai subsektor dalam properti, Ferry Salanto memperkirakan bahwa ritel di berbagai pusat perbelanjaan adalah yang paling terdampak dari adanya PPKM Darurat. Hal itu karena aturan dalam PPKM Darurat sangat membatasi mobilitas masyarakat, sedangkan ritel sangat memerlukan pergerakan banyak orang. Begitu pula dengan beragam aspek terkait PPKM Darurat yang membuat jam operasional pusat perbelanjaan dibatasi, begitu pula dengan kapasitas pengunjung ke mal.
Tidak heran bila Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) berharap bisa mendapatkan keringanan pajak menyusul pengetatan PPKM yang diterapkan pemerintah untuk menekan laju penukaran COVID-19.
Ketua Umum APPBI Alphonsus Widjaja mengatakan setidaknya ada dua jenis insentif yang dibutuhkan pelaku pusat perbelanjaan, yakni insentif untuk mendongkrak penjualan dan insentif untuk meringankan beban pelaku usaha.
Alphonsus berharap ada penghapusan sementara pajak-pajak yang bersifat final yang selama ini masih tetap harus dibayar meski kondisi usaha tutup ataupun dibatasi. Keringanan tersebut dinilai akan dapat meringankan pelaku usaha yang sudah dalam kondisi terpuruk sejak wabah COVID-19 masuk ke Indonesia. Selain itu, ia mengutarakan harapannya pula agar pemerintah bisa memberikan subsidi atas upah pekerja.
Pembebasan PPN
Kebijakan pemerintah dalam rangka membantu kinerja sektor properti antara lain adalah membebaskan PPN untuk rumah tapak dan rumah susun (rusun) yang dibanderol berkisar Rp300 juta hingga Rp2 miliar.
Langkah pemerintah menanggung PPN tersebut berlaku untuk rumah yang sudah jadi dan penyerahannya di rentang Maret-Agustus 2021. Aturan itu tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 21/PMK/010/2021 yang diterbitkan Maret 2021.
Kemudian pemerintah melalui Kementerian Keuangan akhirnya memperpanjang sejumlah insentif perpajakan hingga Desember 2021 untuk mendorong pemulihan ekonomi domestik. Salah satu insentif pajak tersebut adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) properti yang diperpanjang hingga akhir tahun ini. Sebelumnya, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 21 Tahun 2021, PPN yang ditanggung pemerintah hanya berlaku sampai bulan Agustus 2021.
Pemerintah memberikan insentif berupa PPN untuk rumah dengan harga rumah maksimal Rp2 miliar. Sementara secara spesifik, insentif yang masuk ke dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 yaitu rumah dengan tipe rumah tapak atau rumah susun.
Pemerintah juga memberikan pengurangan PPN sebesar 50% untuk tipe rumah tersebut dengan rentang harga jual dari Rp2 miliar hingga Rp5 miliar. Insentif tersebut berlaku untuk maksimal satu unit rumah tapak atau rumah susun untuk satu orang, dan tidak boleh dijual kembali dalam jangka waktu satu tahun.
Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto menyatakan dampak insentif pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sektor properti masih belum terlihat secara nyata terhadap meningkatnya penjualan properti residensial seperti apartemen.
Namun demikian, Ferry mengapresiasi perpanjangan perpanjangan program insentif PPN tersebut hingga Desember 2021. Hal tersebut, lanjutnya, diharapkan dapat menjadi katalis bagi penjualan properti apartemen pada sepanjang tahun ini.
Berdasarkan data Colliers, tingkat serapan apartemen di Jakarta pada kuartal II 2021 ini sedikit meningkat yaitu 0,08% q-o-q di level 87,2%. Sedangkan untuk tingkat penjualannya pada kuartal II-2021 tercatat terjadi penurunan penjualan sebesar 63% q-o-q, di mana pada kuartal ini hanya mencatat penjualan sebanyak 155 unit apartemen di Jakarta. (okezone/wan)
Tulis Komentar