Pilihan
Puluhan Destinasi Wisata Tumbuh di Kawasan Hutan di Sumbar
Ketum PSSI, Erick Thohir Datangkan Direktur Teknik dari Jerman
Ustad Abdul Somad Geram Panji Gumilang Ajarkan Salam Yahudi di Ponpes
PUPR Targetkan Perbaikan Jalan Daerah Dimulai Juni 2023
Mahfud MD: Jika Informasi Dikelola Tertutup, Maka Negara Otoriter
Beda Pendapat Sri Mulyani dan Bos BI Soal Rupiah. Kok Bisa?
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani merevisi posisi nilai tukar Rupiah dalam kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM-PPKF) 2021 dari yang sebelumnya Rp14.500-Rp15.500 per dolar Amerika Serikat (AS), menjadi Rp14.900 - Rp15.300 per dolar AS.
"Jadi untuk nilai tukar Rupiah, sedikit menguat dari KEM-PPKF yang memang disusun pada situasi April saat votalitas tinggi. Sekarang kita mengusulkan pada Rp14.900 - Rp 15.300 per dolar Amerika Serikat (AS)," ujar dia dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (22/6/2020).
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) memproyeksi nilai tukar Rupiah akan mencapai Rp13.700 per USD sampai Rp14.300 per USD pada 2021.
"Nilai tukar Rupiah pada 2021 diperkirakan menguat seiring dengan berbagai faktor positif yang terjadi. Hal itu termasuk aliran modal asing yang masuk ke pasar keuangan domestik," ujar Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo.
Kemudian lanjut dia penguatan Rupiah dengan tingginya imbal hasil aset keuangan domestik, membaik kepercayaan inevstor dan menurunnya ketidakpastian pasar keuangan global.
"Rata-rata nilai tukar Rupiah pada tahun ini pada kisaran Rp14.000 sampai Rp 14.600 per dollar AS. Dan akan menguat pada kisaran Rp13.700 - Rp14.300 per dollar AS di 2021," jelas dia.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengatakan sebaiknya pemerintah perlu belajar dari kondisi APBN 2018 dan APBN 2019. Hal itu seiring perbedaan proyeksi nilai tukar Rupiah.
"APBN 2018 kita menentukan nilai tukar Rupiah yang tinggi, sementara realisasi rendah sehingga pemerintah mendapatkan windfall dari penerimaan negara mencapai 102% pada saat itu. Namun berbanding terbalik, bukan harga yang sama tapi realisasi berbeda dengan 2019. Sehigga tekanan terbalik juga terjadi," tandas dia. (taufik fajar/okezone)
Tulis Komentar