Wapres Minta MUI Bikin Fatwa Mudik Haram, Begini Tanggapan Anwar Abbas

Sabtu, 04 April 2020

ARUS MUDIK: Bus-bus di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta, masih dimanfaatkan warganya untuk mudik ke daerah-daerah. (Foto: SALMAN TOYIBI/JAWA POS)

JAKARTA – Problem mudik juga menjadi salah satu tema rapat online antara Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil kemarin (3/4). Di akhir rapat, Ma’ruf mengatakan sudah mendorong Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menyatakan bahwa mudik itu haram hukumnya di tengah wabah Covid-19.

Ridwan Kamil (RK) langsung menyambut baik rencana itu. Dia berharap fatwa MUI tersebut segera keluar. Mumpung belum banyak pemudik dari Jabodetabek yang pulang kampung. Menurut dia, fatwa itu penting demi kemaslahatan umat dan mencegah kemudaratan. Dia menjelaskan, sampai kemarin sudah ada 70 ribuan pemudik yang tiba di pelosok Jawa Barat. ’’Artinya, kami tiba-tiba mendapati 70 ribu ODP (orang dalam pengawasan, Red) baru,’’ tuturnya. Padahal, ODP yang sudah ada saja sedang dalam proses rapid test. Dengan datangnya puluhan ribu pemudik yang sekaligus berstatus ODP itu, alat rapid test bakal segera habis.

Dia mencontohkan, di Ciamis ada seorang lansia yang dinyatakan positif korona dan dalam keadaan kritis. Setelah ditelusuri, lansia itu tertular setelah didatangi anaknya yang tinggal di Jakarta. Sebelum anak dari Jakarta tersebut datang, lansia tadi memang sakit, tapi masih bisa menjalani perawatan di rumah. Contoh lain, di Bandung ada kasus tiba-tiba positif korona. Setelah digali informasinya, ternyata sang istri bekerja di Jakarta. Karena diliburkan, dia pulang ke Bandung. Kemudian, dia menunjukkan gejala korona dan dinyatakan positif.

’’Dua cerita ini menunjukkan, jika mudik ini tidak ditahan, kami di Jabar, Jateng, Jatim, dan Jogjakarta pasti akan kewalahan luar biasa. Karena pulangnya (pemudik, Red) itu ke pelosok-pelosok,’’ ungkapnya.

Sementara itu, MUI belum menanggapi secara spesifik permintaan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Sekjen MUI Anwar Abbas menuturkan, Islam diturunkan Allah untuk menjaga dan melindungi jiwa manusia. Karena itu, kalau melakukan suatu tindakan, tidak boleh mencelakakan diri kita sendiri dan orang lain. ’’Di dalam kaidah fikiyahnya disebutkan la dharara wala dhirara (tidak boleh memadaratkan dan tidak boleh dimadaratkan, Red),’’ katanya.

Lalu, bagaimana kaitannya dengan mudik? Anwar mengatakan, jika mudik dari daerah yang tidak ada wabah ke daerah yang tidak ada wabah, hukumnya boleh-boleh saja. Sebab, tidak ada mudarat atau kejelekan yang akan muncul.

MUDIK: Stasiun Tawang, Semarang, dipenuhi calon penumpang KA. Beberapa penumpang dari Jakarta juga untuk turun di stasiun ini. (NUR CHAMIM/JAWA POS RADAR SEMARANG)

Tetapi, jika mudik dari daerah pandemi ke daerah lain, hal itu tidak boleh karena dia diduga bisa menularkan virus ke orang lain. Apalagi, virus yang menular itu sangat berbahaya seperti korona yang mewabah saat ini. Untuk itu, jika masih nekat mudik, yang bersangkutan telah melakukan sesuatu yang haram.

’’Dengan demikian, kalau pemerintah melarang warganya untuk mudik saat pandemi wabah korona, ya boleh saja. Bahkan, hukumnya wajib,’’ tuturnya. Sebab, kalau tidak dilarang, bencana dan malapetaka yang lebih besar tentu bisa terjadi.

Pada bagian lain, daerah-daerah terus memantau kedatangan para pemudik dari Jabodetabek. Pantauan Jawa Pos Radar Kudus kemarin, pemerintah desa (pemdes) di Kabupaten Jepara diminta mendata warga yang baru pulang dari merantau. Instruksi itu telah disampaikan Plt Bupati Jepara Dian Kristiandi saat bertemu seluruh camat se-Kabupaten Jepara Rabu lalu (1/4). Kristiandi mendorong pemdes bersinergi dengan pemkab. ’’Dengan data yang valid, langkah Pemkab Jepara untuk mengantisipasi persebaran Covid-19 bisa tepat sasaran,” katanya.

Di Kabupaten Sukoharjo, seluruh bus antarkota dalam provinsi (AKDP) maupun antarkota antarprovinsi (AKAP) diwajibkan masuk terminal setempat. Itu dilakukan untuk mendata para pemudik. Koordinator Terminal Bus Sukoharjo Agung Cahyono Hadi mengatakan, pendataan pemudik dilakukan mulai Jumat malam (3/4). ”Kami sudah berkoordinasi dengan pemkab,” terang dia kepada Jawa Pos Radar Solo kemarin.

Sementara itu, di Jawa Timur, para kepala daerah di Malang Raya sudah menyamakan visi. Bupati Malang H M. Sanusi, Wali Kota Malang Sutiaji, dan Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko kompak akan membangun selter atau rumah isolasi untuk mengarantina pemudik yang dicurigai membawa virus korona. ”Warga yang baru datang dari luar kota atau baru datang dari zona merah akan kami karantina dulu,” tegas Bupati Malang Sanusi kepada Jawa Pos Radar Malang kemarin (3/4).

Langkah serupa dilakukan Pemkab Pasuruan. Pemkab akan menyediakan rumah singgah bagi para pemudik. Juru Bicara Satgas Pencegahan dan Pemberantasan Virus Korona Kabupaten Pasuruan Anang Saiful Wijaya mengungkapkan, ada dua tempat yang diproyeksikan menjadi rumah singgah. Selain rumah singgah di Dinsos Kabupaten Pasuruan, ada balai diklat Pemkab Pasuruan di Pandaan. ’’Dinas perhubungan juga menyiapkan posko-posko pemantauan. Kami akan berkoordinasi dengan kepolisian. Untuk yang melintas di tol, kami akan berkoordinasi dengan provinsi,” ujarnya kepada Jawa Pos Radar Bromo. (jawapos)