Anjloknya Harga Minyak Bikin Program Biodiesel Jadi Berat

Jumat, 13 Maret 2020

Pabrik biodiesel PT Wilmar di Pelintung, Dumai. (Foto:goodnews82)

JAKARTA - Anjloknya harga minyak berdampak pada banyak sektor, termasuk program biodiesel yang digalakkan pemerintah untuk menekan impor minyak.

Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Andriah Feby Misnah, mengatakan selisih antara harga indeks pasar (HIP) biodiesel dengan harga indeks pasar solar diberikan insentif melalui dana perkebunan sawit.  

"Baik HIP biodiesel maupun solar ditetapkan oleh pemerintah setiap bulannya sehingga harga memang  fluktuatif mengikuti harga pasar," ungkapnya saat dihubungi CNBC Indonesia, Jumat, (13/03/2020).

Lebih lanjut dirinya mengatakan secara umum harga biodiesel memang lebih mahal daripada solar. Dengan kondisi harga minyak anjlok seperti sekarang ini di mana harga bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil jauh lebih murah, maka berdampak pada kenaikan insentif yang mesti disediakan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Dirinya menyebut saat ini pemerintah tengah mencari langkah-langkah apa yang akan diambil untuk mengatasi kondisi ini. Dalam hal ini dikoordinir oleh Menko Perekonomian selaku ketua komite pengarah BPDPKS.

"Berdampak pada kenaikan insentif yang harus disediakan oleh BPDPKS," imbuhnya.

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (Dirut BPDPKS)  Eddy Abdurrachman mengatakan terkait kenaikan insentif masih dilakukan pengkajian. "Sedang kita analisis (kaji)," ungkapnya singkat, Jumat, (13/03/2020).

Sebagai informasi program biodiesel (B30) sudah berjalan dan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo akhir tahun lalu. Setidaknya diperlukan 9,6 juta kiloliter Fatty Acid Methyl Ester (FAME) untuk mendukung B30 pada tahun 2020. Jumlah tersebut didasarkan pada kebutuhan FAME 2019 sebesar 6,6 juta kiloliter.(cnbc indonesia)