Developer Tagih Janji Pemerintah Naikkan Harga Rumah Subsidi

Senin, 17 April 2023

Ilustrasi

JAKARTA - Pengembang perumahan mengeluhkan harga rumah subsidi yang sudah 3,5 tahun tak mengalami kenaikan. Mereka mengaku sudah kehabisan napas, apalagi mayoritas pengembang rumah subsidi adalah UMKM di daerah.
Ketua DPR Real Estate Indonesia Sumatera Utara Andi Atmoko mengatakan, kini pengembang tengah hara-harap cemas menunggu janji pemerintah untuk menaikkan harga rumah subsidi yang sudah sejak 2019 tidak naik.

"Kami pengembang-pengembang UMK dari seluruh Indonesia yang selama ini membantu pemerintah untuk membangun rumah subsidi mendesak pemerintah segera menetapkan kenaikan harga rumah bersubsidi. Kalau bisa April ini juga sudah naik," kata Andi, Jakarta ditulis Minggu (16/4/2023).


Dia mengatakan, dalam situasi sekarang, mereka terus berupaya membangun meski dengan margin yang tipis. Bila kondisi ini terus berlanjut, pengembang khawatir akan kolaps.

"Faktanya setiap tahun ada inflasi dan kenaikan harga material. Di Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) setiap tahun rencana anggaran belanja (RAB) untuk berbagai proyek konstruksi dan infrastruktur di kementerian tersebut yang notabene dibiayai APBN itu selalu mengalami kenaikan. Lho, pengembang rumah subsidi ini juga di bawah koordinasi PUPR. Tapi kok beda perlakuan?," tanyanya seperti dilansir detikfinance.

Dia menambahkan, material dasar yang dipakai kontraktor proyek pemerintah dengan developer hampir sama seperti besi, semen, dan lain-lain. Tetapi anehnya, harga rumah subsidi justru dibuat tidak naik, padahal pengembang membiayai pembangunan dengan modal sendiri, dan bukan dibiayai negara

"Sungguh kami merasa diperlakukan tidak adil. Kami pengembang di daerah ini kadang merasa kok seperti anak tiri di Kementerian PUPR," tegasnya.

Hal senada diungkap Ketua Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD REI) Kalimantan Selatan, Ahyat Sarbini. Menurutnya, tanggungjawab menyediakan rumah bagi MBR adalah beban tugas negara dalam hal ini Kementerian PUPR.

"Patut juga dipertimbangkan bahwa sektor properti ini berkaitan dengan 174 industri ikutan di sektor riil. Kalau sekto ini stagnan, maka ekonomi terganggu. Sekarang banyak pengembang wait and see dan di bawah dilema karena menunggu harga naik dan itu pasti akan memengaruhi pasokan dan realisasi rumah MBR di tahun ini," sebutnya.

Di sisi lain, pengembang rumah subsidi di seluruh Indonesia juga memiliki karyawan dan tukang yang harus tetap memiliki pekerjaan yang jumlahnya mencapai ratusan ribuan bahkan jutaan orang. Ahyat meminta pemerintah mempertimbangkan hal ini dengan adil dan realistis.

Adapun patokan harga rumah subsidi yang tercantum dalam Kepmen PUPR tersebut berada pada kisaran Rp 150,5 juta hingga Rp 219 juta tergantung dari lokasinya. Sementara untuk di Jabodetabek, harga maksimalnya ialah Rp 168 juta. (*)