Wakil Ketua MPR Wacanakan Pemisahan Direktorat Pajak dari Kemenkeu

Sabtu, 18 Maret 2023

Wakil Ketua MPR RI, Fadel Muhammad

Jakarta - Wakil Ketua MPR RI Fafel Muhammad mengemukakan kembali wacana pemisahan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyusul munculnya berbagai fenomena serius yang dihadapi dunia perpajakan nasional. Dia mengatakan pernah mempraktikkan hal serupa ketika dirinya menjabat sebagai Gubernur Gorontalo pada 2001-2009.

"Saya sempat mempraktikkan ide pemisahan itu dalam skala kecil ketika menjadi Gubernur Provinsi Gorontalo, dengan menarik biro keuangan yang semula berada di Sekretaris Daerah menjadi lembaga otonom yang bertanggung jawab langsung kepada gubernur dengan nama Badan Keuangan Daerah," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Ia tak mengungkapkan seberapa besar keberhasilan penerapan pemisahan Badan Keuangan Daerah dari Sekretaris Daerah tersebut, namun Fadel mengatakan kebijakannya tidak sebanding dengan skala kerja DJP Kemenkeu.

Fadel juga sempat terinspirasi untuk mendorong hal serupa diberlakukan secara nasional saat terpilih menjadi Ketua Komisi XI DPR RI pada periode 2014-2015.

"Pada saat itu, saya termasuk yang ikut mendorong agar DJP dipisahkan dari Kemenkeu, membentuk lembaga baru yang bernama Badan Keuangan Negara yang bertugas untuk menghimpun pajak sebagai pengganti atau perubahan nama dari DJP. Badan ini berada dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden," katanya.

Menurut dia, pemerintah juga sempat berencana menerapkan hal serupa melalui rancangan undang-undang mengenai ketentuan umum dan tata perpajakan (RUU KUP) pada 2015.

Fadel menjelaskan dalam draf tersebut, pada pasal 95 disebutkan bahwa penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang perpajakan dilaksanakan oleh lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Disebutkan juga bahwa lembaga tersebut berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden," katanya.

Namun, pembahasan RUU KUP tersebut tidak tuntas hingga berakhirnya masa jabatan DPR RI periode 2014-2019.

Lantas pemerintah mengajukan RUU KUP dengan draf baru pada Mei 2021, yang tidak lagi mencantumkan posisi lembaga bidang perpajakan berada di bawah Presiden.

"Saya tidak tahu apa alasannya," katanya.

Di tengah berbagai sorotan terhadap dunia perpajakan seperti temuan kekayaan tidak wajar yang menimbulkan kecurigaan malapraktik sistem perpajakan dan temuan transaksi mencurigakan sebesar Rp300 triliun di Kemenkeu, Fadel menilai sudah saatnya wacana pemisahan DJP dari Kemenkeu dipikirkan secara serius.

Menurut dia, dulu banyak ahli yang mendorong agar DJP dipisah dari Kemenkeu agar ada lembaga setingkat menteri yang fokus menangani pajak.

Fadel menegaskan wacana itu perlu diseriusi mengingat pajak merupakan instrumen yang memiliki porsi lebih dari 75 persen pendapatan negara.

Pendapatan pajak di APBN 2023 dianggarkan mencapai Rp2.021,2 triliun atau sekira 82 persen dari total penerimaan negara Rp2.463 triliun.

Terlebih, Fadel juga mengingat Presiden RI Joko Widodo pernah berjanji untuk membuat DJP sebagai lembaga otonom yang lepas dari Kemenkeu dan berada langsung di bawah Presiden.

Kendati demikian, ia mengingatkan bahwa pemisahan DJP dari Kemenkeu membutuhkan kajian mendalam terkait beberapa hal, termasuk apakah lembaga tersebut bersifat otonom atau semi otonom.

Di sisi lain, ia menyampaikan bahwa praktik pemisahan otoritas pajak dari kementerian keuangan sudah dilakukan oleh banyak negara, seperti Amerika Serikat dan Singapura.

"Amerika Serikat, misalnya, lembaga pajaknya yang bernama Internal Revenue Service (IRS) merupakan lembaga otonom yang terpisah dari kementerian keuangan," katanya.

Sementara otoritas pajak Singapura, Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS) merupakan lembaga bersifat semi otonom. Meskipun tidak berada di bawah kementerian keuangan, IRAS mendapat supervisi dari dewan pengawas yang diketuai oleh Menteri Keuangan Singapura.

Ia menambahkan selain pengalaman kedua negara, beberapa negara berkembang juga telah melakukan transformasi otoritas perpajakan dari konsep tradisional di bawah kementerian keuangan menjadi lembaga semi otonom.

Fadel meyakini Indonesia bisa saja membentuk otoritas perpajakan semi otonom seperti yang sempat diajukan dalam draf RUU KUP pada 2015.

"Nama otoritasnya bisa Badan Penerimaan Pajak atau Badan Keuangan Negara, atau nama lain yang sesuai," ujarnya. *