Inilah Dampak Ketidakpastian Harga dan Suku Bunga di Sektor Properti

Kamis, 16 Maret 2023

Ilustrasi

Jakarta – Investor real estat global mengakui mereka akan menghadapi serangkaian tantangan baru di tahun 2023, seiring dengan ketidakpastian harga dan suku bunga yang mempengaruhi arus modal ke industri properti di Asia Pasifik. 

Berdasarkan laporan Asia Pacific Investor Sentiment Barometer 2023 oleh konsultan properti JLL, sebanyak 78 persen investor menyebut ketidakpastian harga sebagai tantangan terbesar dalam ekspansi arus modal pada tahun ini, sementara 70 persen percaya bahwa kebijakan suku bunga yang tidak merata dan tidak dapat diprediksi secara global akan memengaruhi keputusan investasi.

Sentimen tersebut menandai pergeseran dari awal tahun lalu, sebanyak 82 persen investor yang disurvei JLL menyebut kompetisi memperebutkan aset sebagai tantangan terbesar mereka, dibanding dengan tahun 2023 hanya 9 persen investor yang menyebut kompetisi aset sebagai tantangan utama. Meski begitu, optimisme jangka panjang tetap tinggi karena investor melihat bahwa bank sentral hanya menganjurkan untuk jeda sementara dibandingkan mundur sepenuhnya dalam aktivitas penanaman modal atau investasi.

Dalam analisis JLL menyebutkan sebanyak 58 persen responden percaya bahwa suku bunga yang menjadi acuan perlu diturunkan sebesar 50-100 bps untuk mendorong kembali aktivitas investasi. Akibatnya, sekitar 60 persen investor yang disurvei memperkirakan volume arus modal di pasar properti Asia Pasifik akan kembali mengalami penurunan di tahun ini, dari posisi terendah sebesar USD129 miliar pada tahun 2022. Hal tersebut sejalan dengan perkiraan JLL akan adanya penurunan moderat yaitu 5-10 persen seperti yang dipublikasikan di Asia Pacifik Outlook 2023.

“Investor bersiap menyesuaikan rencana investasi tahun ini bersamaan dengan tantangan penempatan modal yang berkembang mengikuti situasi ekonomi makro global yang sulit diprediksi serta kebijakan sentral,” ujar Roddy Alan, Chief Research Officer JLL Asia Pasifik dalam keterangannya, Rabu (15/3), seperti dilansir propertiindonesia.id.

Lanjut Allan, periode penuh kewaspadaan ini bukan merupakan cerminan keyakinan jangka panjang para investor di kawasan Asia Pasifik, tapi hal ini akan membuat mereka menyesuaikan cara, waktu, dan tempat untuk menempatkan dana di 2023.

Investor mempertimbangkan kembali strategi dan level toleransi risiko untuk tahun ini. Strategi untuk meningkatkan nilai investasi menjadi titik fokus bagi 64 persen responden, naik dari 53 persen tahun lalu. Strategi tersebut mencakup penempatan dana untuk menaikkan dan memenuhi target keberlanjutan di pasar inti, dan untuk mengalihkan aset hotel sebagai proyek multifamily dengan mempertimbangkan demografi pasar yang positif, termasuk kebutuhan hunian.

Kemudian, sektor logistik yang didukung oleh permintaan penghuni yang kuat dan pertumbuhan sewa, diidentifikasi oleh investor sebagai kelas aset yang akan memperoleh kucuran modal dan eksposur pinjaman terbesar pada tahun ini. Sebanyak 64 persen investor berencana untuk meningkatkan eksposur mereka ke sektor ini pada tahun 2023.

Sektor hotel juga akan terlihat menarik, menyusul berakhirnya pembatasan perjalanan dan pulihnya sektor pariwisata, dengan 32 persen responden mengharapkan aset yang dikelola perhotelan meningkat di tahun ini

Investor juga akan menyukai wilayah yang stabil seperti Jepang dan Singapura, dengan 68 persen dan 60 persen responden berharap untuk meningkatkan eksposur mereka pada 2023. Secara khusus, Tokyo siap untuk menjadi penerima modal utama di tahun ini, menempatkan kelas aset multifamily, logistik dan industri, serta kantor sebagai tiga pasar investasi teratas pada 2023. (*)