Tidak Adil Bebankan Biaya Pengembangan Jalan Tol ke Konsumen

Kamis, 09 September 2021

(Foto: kompas.com)

JAKARTA, PROPERTYBISNIS - Tarif jalan tol di Indonesia kerap mengalami kenaikan harga secara bertahap. Salah satu alasan operator menaikan tarif adalah untuk pengembangan tol termasuk menjaga pemenuhan standar layanan minimal (SPM).

Menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), kenaikan tarif tol dengan alasan pegembangan ini tidak adil bagi para konsumen.

Anggota Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo dalam acara diskusi publik “Reformasi Sistem Transaksi Tol Sebagai Upaya Meningkatkan Pelayanan kepada Pelanggan”, Rabu (8/9/2021) menyayangkan kenaikan tarif tol karena alasan ini.

“Bukanlah suatu hal yang fair, bila biaya pengembangan jalan tol harus ditanggung oleh konsumen dengan cara membayar kenaikan tarif. Ini ibarat pedagang yang ingin mengembangkan tokonya, namun konsumen yang harus membiayai,” jelas Sudaryatmo.

Pihak pengelola jalan tol harus belajar banyak dari industri kelistrikan yang sangat progresif sebagai regulator dalam menentukan harga listrik.

Sudaryatmo menjelaskan banyak hal yang harus menjadi indikator dalam penentuan tarif tol di Indonesia termasuk indeks efisiensi, rasio jumlah transaksi serta tingkat mutu layanan.

“Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) selaku regulator perlu mengembangkan indeks efisiensi badan usaha jalan tol dan indeks ini harus dipertimbangan dalam pengambilan keputusan penyesuaian tarif tol,” tegasnya.

Agar adanya pengawasan jalan tol dengan lebih baik maka diperlukan pengaturan hak bagi pengguna jalan tol sehingga regulator bisa memberikan pelayanan terbaik.

Misalnya, sebelum masuk jalan tol, konsumen wajib mendapatkan informasi mengenai kondisi jalan tol apakah ada kemacetan, lambat atau lancar serta waktu tempuh yang nanti dihabiskan selama perjalanan di jalan tol.

Terkait mutu layanan, Sudaryatmo menambahkan BPJT harus memastikan bahwa panjang antrian di gate tol tidak lebih dari 10 kendaraan.

“Bila lebih dari 10 kendaraan, solusinya adalah bisa menambah jumlah gate atau mempercepat waktu transaksi dengan memanfaatkan teknologi,” tambah Sudaryatmo.

Demi memangkas waktu transaksi di jalan tol, BPJT akan menerapkan Sistem Transaksi Nontunai berbasis Multi Lane Free Flow (MLFF).

Konstruksi MLFF tengah dikerjakan mulai tahun ini dan diharapkan bisa diterapkan di seluruh jalan tol yang ada di Indonesia pada tahun 2022 mendatang, dengan skema 50 persen di 40 ruas jalan tol di Jawa dan Bali.

"Target implementasi bertahap mulai uji coba tahun depan, lalu penerapan penuh pada 2023," kata Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit.

Namun, pada bulan ini implementasi masuk tahapan submit dokumen desain. Mulai dari sayembara logo, nama super apps jalan tol, dan mock up aplikasi.

"Dalam waktu dekat kami menunggu dokumen desain, September 2021 ini," ujarnya. (kompas.com/wan)