Putusan Baru! Mata Elang Boleh Sita Kendaraan di Jalan? MK: Leasing Sah Sita Barang Tanpa Proses Pengadilan

Rabu, 08 September 2021

(Foto: Instagram Infokomando)

JAKARTA, PROPERTYBISNIS - Kasus mata elang atau debt collector eksternal yang disewa leasing kerap dinilai meresahkan jika mengeksekusi kendaraan di jalanan.

Secara aturan apakah hal tersebut dibolehkan? Berikut adalah putusan terbaru MK soal aturan lembaga leasing boleh melakukan penyitaan di luar pengadilan.

Mahkamah Konsititusi (MK) pada 31 Agustus lalu, menyatakan eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan negeri hanya sebuah alternatif.

Keputusan itu akhirnya menjadi angin segar bagi industri pembiayaan (leasing).

Mereka kini mendapat kepastian terkait proses penyitaan secara langsung barang yang kreditnya dinilai bermasalah.

Dengan landasan dari keputusan MK tersebut, jika di awal kreditur dan debitur sepakat dengan penyitaan jika ada masalah, proses eksekusi tak perlu lagi dilakukan melalui pengadilan.

Putusan MK Nomor 2/PUU-XIX/2021 tepatnya, pada halaman 83 paragraf 3.14.3. menyebutkan, untuk debitur yang mengakui ada wanprestasi, bisa menyerahkan sendiri objek jaminan fidusia kepada kreditur.

Akan tetapi, eksekusi juga bisa dilakukan langsung oleh kreditur jika debitur mengakui ada wanprestasi dalam artian menunggak pembayaran yang telah disepakati dalam waktu.

Seperti diketahuin, terkait keluar putusan terbaru MK ini diawali dari gugatan Joshua Michael Djami.

Joshua merupakan karyawan di perusahaan leasing dengan jabatan kolektor internal, mengajukan permohonan uji materi terhadap Pasal 15 Ayat 2 UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Saat itu dia meminta kejelasan hukum tentang proses eksekusi objek jaminan fidusia.

"Pegawai perusahaan pembiayaan dengan jabatan kolektor internal dengan sertifikasi profesi di bidang penagihan meminta kejelasan terkait proses eksekusi objek jaminan fidusia. Permohonan uji materi tersebut merupakan buntut putusan MK nomor 18/PUU-XVII/2-2019," begitu bunyi putusan MK.

Selama ini, banyak tafsiran terkait putusan MK 2019, tentang eksekusi jaminan fidusia.

Kasus terbaru

Setelah Mahkamah Konsititusi (MK) pada 31 Agustus lalu, menyatakan eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan negeri hanya sebuah alternatif.

Keputusan itu akhirnya menjadi angin segar bagi industri pembiayaan (leasing). Putusan tersebut sepertinya akan menambah panjang daftar "kekerasan" di jalan seperti yang viral pada Selasa, 7 September 2021, di mana "mata elang" berani mengeksekuasi motor yang dinilai macet dalam pebayaran.

Mata elang atau debt collector eksternal, merampas sepeda motor pengemudi ojek online (ojol) yang sedang bekerja jalan Meruya Ilir, Jakarta Barat.

Perampasan ini pun viral di sosial media yang diketahui terjadi pada Senin siang 6 September 2021.

Pada tayangan video, seorang driver ojol itu berusaha mengambil sepeda motornya yang dirampas mata elang.

Korban yang memegang bagian belakang motor sampai terseret bergelayutan mempertahankan kendaraan.

Dengan dibantu pengendara ojek online lainnya dan juga warga, debt collector yang merampas sepeda motor ditangkap warga dan diamuk warga.

Beda leasing dan lembaga pembiyaan

Meski banyak yang menyamakan leasing dengan lembaga pembiyaan, akan tetapi sebenarnya berbeda.

Leasing adalah jenis dari lembaga pembiayaan. Leasing ini berarti sewa guna usaha.

Leasing ini merupakan perusahaan yang memberikan pinjaman barang modal.

Sehingga, leasing hanya memberikan manfaat pada barang modal yang digunakan.

Artinya bukan kepemilikan atas barang yang disewakan.

Namanya sewa, penyewa tidak dibebani dengan risiko kepemilikan, misal perawatan, kerusakan fisik, atau pajak kendaraan.

Seharusnya, penyewa hanya tinggal pakai tanpa harus direpotkan oleh hal-hal di atas.

Akan tetapi faktanya, saat ini penyewa malah direpotkan dengan perawatan kendaraan yang menggunakan biaya pribadi.

Kemudian, tidak ada istilah sistem kredit macet. Ketika terjadi kredit macet, barang yang disewa bisa diuangkan dan digunakan untuk menutupi sisa angsuran.

Dan saat ini, ketika kredit macet, pihak leasing malah mengambil secara keseluruhan.

Konsep tersebut jelas sangat merugikan pihak konsumen pengaju leasing (lesse).

Agar tidak terjadi salah kaprah, perlu diperhatikan isi perjanjian dalam melaksanakan kredit. (pikirantrakyat/wan)