Kabar Gembira! Sektor Properti Bangkit, Ini Tanda-tandanya

Senin, 30 Agustus 2021

(Foto: cnbcindonesia)

JAKARTA, PROPERTYBISNIS - Di tengah badai pandemi yang belum usai, kabar baik datang dari sektor properti dan real estate tanah air. Kinerja keuangan yang tertekan pada pertengahan tahun lalu perlahan mulai dapat diperbaiki, hal ini terlihat dari perbaikan kinerja keuangan beberapa emiten properti yang telah merilis laporan keuangan kuartal II tahun 2021.

Sebelumnya lembaga pemeringkatan global Moodys juga baru saja mengeluarkan laporan terkait prospek sektor properti dalam negeri. Dalam laporan tersebut Moodys mengatakan bahwa permintaan untuk properti residensial (tempat tinggal) Indonesia akan meningkat, yang akan meningkatkan penjualan para pengembang properti di tahun 2021.

Meskipun properti untuk tempat tinggal memperoleh prospek positif, Moodys memperkirakan permintaan akan tetap mengalami pelemahan di semua segmen lainnya selama 6-12 bulan ke depan.

Ritel yang masih tumbang dengan penjualan yang masih belum pulih akan terus menekan permintaan untuk aset ritel, sementara maraknya adopsi kerja dari rumah (WFH) yang terus berlanjut karena kebijakan PPKM akan membebani permintaan untuk pembangunan dan persediaan kantor.
 

Lalu bagaimana kondisi real sektor properti tanah air apakah sesuai dengan proyeksi Moodys atau malah meleset? Berikut Tim Riset CNBC Indonesia coba merangkum kinerja lima emiten properti yang telah mempublikasikan laporan keuangan konsolidasi untuk kuartal kedua tahun 2021.

Kelima emiten tersebut adalah PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) dan PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR).

Sedangkan tiga perusahaan yang disebut dalam laporan Moodys, PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) yang memiliki peringkat (Caa1 negatif), PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) (Caa1 stable) dan Modernland Realty Tbk (MDLN) (Ca negatif) belum mengeluarkan laporan keuangan terbaru.

Pendapatan usaha meningkat signifikan

Sepanjang semester pertama total agregat pendapatan kelima emiten tersebut tumbuh 30% dari semula sebesar total Rp 13,45 triliun pada Juni 2020, kini meningkat menjadi Rp 17,44 triliun. Meskipun demikian terdapat satu emiten yang pendapatannya masih mengalami koreksi.

Senada dengan proyeksi yang dikeluarkan Moodys, peningkatan pendapatan yang diraih emiten properti pada semester pertama tahun ini salah satunya didorong oleh pertumbuhan penjualan khususnya untuk rumah hunian dan apartemen.

Sepanjang semeter pertama tahun ini emiten yang didirikan oleh Crazy Rich Indonesia Ciputra membukukan pertumbuhan pendapatan terbesar. Ciputra Grup membukukan pendapatan sebesar Rp 4,02 triliun, naik 43% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 2,80 triliun.

Penjualan rumah hunian merupakan salah satu pendorong pertumbuhan perusahaan, dimana perusahaan mampu membukukan pendapatan Rp 2,04 triliun dari semula Rp 1,54 triliun pada masa pandemi. Selain itu penjualan apartemen juga tumbuh menjadi Rp 299 miliar dari semula hanya Rp 27 miliar.

Sedangkan salah satu segmen usaha yang belum sepenuhnya pulih adalah pendapatan usaha dari pusat niaga yang masih tertekan, turun menjadi Rp 212 miliar dari sebelumnya sebesar Rp 276 miliar.

Emiten properti Grup Sinarmas, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) yang pendapatannya turun 12,71% pada tahun 2020, berhasil memperbaiki kinerja keuangan pada paruh pertama tahun ini. Pendapatan BSDE tercatat naik 39% menjadi Rp 3,25 triliun dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 2,34 triliun.

Pendapatan dari penjualan tanah dan bangunan meningkat menjadi Rp 2,44 triliun dari semula Rp 1,57 triliun. Sementara pendapatan sewa turun menjadi Rp 365 miliar dari sebelumnya Rp 417 miliar.

Sedangkan pendapatan dari hotel dan arena rekreasi belum pulih dan masih tertekan. Pendapatan usaha hotel turun menjadi Rp 4,66 miliar dari semula Rp 12,02 miliar dan pendapatan dari arena rekreasi turun dari Rp 6,16 miliar menjadi Rp 2,70 miliar.

Selanjutnya ada emiten Grup Lippo yang mengalami pertumbuhan pendapatan 34% sepanjang enam bulan awal tahun ini. Pendapatan Lippo Karawaci naik menjadi Rp 7,06 triliun dari sebelumnya Rp 5,27 miliar.

Emiten terakhir yang mengalami pertumbuhan pendapatan adalah perusahaan milik AlexandeTedja, PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), perusahaan pengembang perumahan asal Surabaya ini mencatatkan pertumbuhan pendapatan 25%, naik dari Rp 1,97 triliun menjadi Rp 2,46 triliun.

Pertumbuhan pendapatan perusahaan salah satunya didorong oleh penjualan kondomium dan kantor yang meningkat menjadi Rp 770 miliar dari semula Rp 421 miliar. Pendapatan sewa ruangan juga meningkat menjadi Rp 550 miliar dari sebelumnya Rp 511 miliar.

Sedangkan segmen usaha yang masih tertekan adalah pendapatan dari penjualan tanah dan bangunan yang turun menjadi Rp 361 miliar dari semula Rp 411 miliar.

Satu-satunya emiten yang mengalami penyusutan pendapatan adalah Lippo Cikarang yang pendapatan bersih paruh pertama tahun ini menyusut 40% menjadi Rp 643 miliar dari semula Rp 1,06 triliun.

Pendapatan di semua segmen bisnis perusahaan masih tertekan termasuk penjualan rumah hunian dan apartemen tang turun menjadi Rp 398 miliar dari semula Rp 721 miliar.

Selain LPKR, emiten lain kompak bukukan laba

Meski satu emiten masih mengalami kerugian bersih, empat emiten lain menunjukkan kinerja laba yang cukup baik, khususnya BDSE yang mampu membalikkan keadaan dari semula mengalami kerugian bersih yang cukup besar kini membukukan laba bersih.

Secara total agregat kelima emiten tersebut berhasil membukukan laba bersih Rp 1,61 triliun meski dibebani oleh kerugian yang dialami LPKR. Angka ini mengalami perbaikan signifikan dari total agregat kerugian Rp 393 miliar pada Juni tahun lalu

Perbaikan kinerja laba tidak hanya ditopang oleh tumbuhnya pendapatan, perusahaan melakukan berbagai cara untuk supaya neraca keuangan tetap positif. Langkah yang diambil pun bermacam-macam mulai dari menekan beban usaha sekeras-kerasnya hingga merestrukturisasi jumlah karyawan agar perusahaan tetap ramping.

Perbaikan signifikan dibukukan oleh BSDE yang semula mengalami kerugian Rp 193 miliar kini berbalik menjadi untung Rp 680 miliar, yang mana laba bersih ini juga merupakan angka terbesar dari empat emiten lain. Perusahaan mampu melakukan penghematan biaya beban usaha umum dan administrasi yang turun menjadi Rp 549 miliar dari semula Rp 614 miliar.

Kinerja ini sangat impresif mengingat perolehan laba bersih perseroan yang terkoreksi hampir 90% menjadi Rp 281,7 miliar sepanjang tahun 2020 lalu dari tahun 2019 sebesar Rp 2,79 triliun.

Ciputra Group mampu membukukan kenaikan pendapatan sebesar 186% menjadi Rp 483 miliar dari semula Rp 169 miliar.

Selanjutnya terdapat dua emiten yang membukukan laba bersih akan tetapi jumlahnya menurun dari paruh pertama tahun lalu. Pertama Pakuwon Jati yang meskipun mengalami kenaikan pendapatan 25% enam bulan pertama tahun ini, laba bersih perusahaan malah terkoreksi 4%, turun menjadi Rp 464 miliar dari semula Rp 482 miliar.

Selanjutnya ada LPCK yang meski pendapatannya menyusut 40% masih mampu membukukan laba sebesar Rp 246 miliar. Akan tetapi laba bersih ini turun 39% dari periode yang sama tahun lalu ketika perusahaan mampu mencatatkan laba bersih mencapai Rp 400 miliar.

Terakhir adalah Lippo Karawaci, satu-satunya emiten properti yang masih mengalami kerugian bersih sejumlah Rp 263 miliar, angka ini sebenarnya mengalami perbaikan signifikan atau berkurang 79% dari kerugian paruh pertama tahun lalu yang mencapai Rp 1,25 triliun. Kenaikan pendapatan yang mencapai 34% pada semester pertama tahun ini belum mampu membuat perusahaan memperoleh laba bersih. (cnbcindonesia/wan)