Jakarta Harus Mencontoh Singapura, Muluskan Jalan Kelas Menengah Bawah Punya Rumah

Jumat, 09 Juli 2021

(Foto: kompas.com)

JAKARTA, PROPERTYBISNIS - Jakarta merupakan salah satu kota metropolitan yang memiliki penduduk terpadat di dunia. Data tahun 2020 menunjukan terdapat 10,56 juta orang yang menetap di kota ini.

Karena merupakan pusat pemerintahan dan ekonomi, biaya hidup di Jakarta pun terbilang tinggi. Hal ini juga turut berpengaruh terhadap harga properti.

Rata-rata harga rumah baru di Jakarta berkisar mulai dari ratusan juta hingga miliaran rupiah.

Harga akan semakin tinggi bila rumah tersebut berada di lokasi-lokasi elite seperti Pondok Indah atau Menteng.

Kenyataan inilah yang membuat penduduk kelas menengah sulit memiliki hunian sendiri di Jakarta.

Hal ini jauh berbeda dengan kondisi di Singpura yang sebagian besar warganya sudah memiliki rumah sendiri.

Mereka sukses dengan program public housing yang ditangani oleh Housing and Development Board (HDB).

Menanggapi masalah sulitnya kelas menengah di Jakarta memiliki rumah sendiri, Direktur Kebijakan dan Properti HDB Lily Chan Wong memberikan beberapa saran. 

Dalam webinar “Middle-Class Housing in Cities”, yang diselenggarakan oleh ULI Asia Pacific and Jakarta Property Institute, Kamis (08/07/2021), Wong mengungkapkan pemerintah harus berperan penting. 

“Yang pertama adalah intervensi pemerintah di dalam program pengadaan rumah bagi mereka yang ada di kelas menengah,” ujarnya.

Kemudian, pengembang harus bisa membuat berbagai macam tipe rumah sehingga masyarakat yang ada di kelas menengah dan kelas bawah sekalipun bisa mendapat akses kepemilikan.

Selanjutnya, rumah yang sudah dibangun berbasis program pemerintah tersebut harus dirawat dengan baik agar bisa bertahan lebih lama.

“Perawatan rumah yang didapatkan dari program pemerintah ini haruslah dilakukan dengan benar, agar rumah yang dimiliki itu dapat berumur panjang,” ucap Wong.

Wong menjelaskan program public housing di Singapura yang tengah berjalan ini dapat dimiliki oleh siapa pun warga negara Singapura, yang berusia di atas 35 tahun, baik sudah berkeluarga maupun tidak.

Kemudian tidak memiliki properti pribadi dan penghasilan per bulannya tidak melebihi 14.000 SD atau setara Rp 150 jutaan.

Para pemilik public housing tidak boleh menjual kembali atau menyewakan propertinya tersebut dalam kurun waktu lima tahun.

Ukuran rumah yang disediakan oleh HBD pun sangat beragam, mulai dari flat berisis dua kamar hingga tiga kamar sehingga bisa menjangkau semua lapisan pembeli.

Tak hanya itu, akses terhadap pemberian pinjaman serta jaminan subsidi dari pemerintah juga secara luas dan mudah diberikan. 

Melihat keberhasilan dari program public housing ini, tentu bisa menjadi rujukan bagi pemerintah Indonesia khususnya pemerintah DKI Jakarta agar bisa menyediakan rumah bagi setiap kalangan masyarakat. (kompas.com/wan)