PUPR Masih Temukan Pengembang Perumahan Subsidi 'Nakal'

Rabu, 16 Juni 2021

(Foto: antara)

JAKARTA, PROPERTYBISNIS - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) masih menemukan sejumlah masalah dalam pembangunan rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) atau kurang mampu.

Dirjen Pembiayaan Infrastruktur, Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Eko D. Heripoerwanto mengatakan salah satu masalah terkait ketidakpatuhan pengembang. Kementeriannya masih menemukan pengembang yang tak mematuhi aturan kualitas dan kelaikan bangunan yang telah ditentukan pemerintah.

"Masih ada pengembang hunian bersubsidi yang tidak mematuhi kualitas bangunan dengan tidak mengantongi sertifikat laik fungsi (SLF). Padahal sertifikat ini penting sebagai dasar pelaksanaan akad kredit," ujar Eko seperti dikutip Antara, Selasa (15/6).

Berdasarkan temuan kementerian, tidak diterbitkannya SLF itu terkait dengan belum adanya ketersediaan air minum, jaringan listrik dan utilitas di perumahan yang dibangun para pengembang. Bahkan ada rumah yang belum dialiri listrik serta jauh dari angkutan umum.

Eko menyebutkan hasil temuan BPK, BPKP, dan Itjen Kementerian PUPR juga menunjukkan masih adanya rumah KPR bersubsidi yang tidak sesuai tata ruang/perizinan.

Masalah lainnya adalah keterlambatan penyaluran subsidi bantuan uang muka, keterlambatan penyetoran dana bergulir, tarif dana fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), serta adanya dua unit rumah KPR subsidi digabung menjadi satu rumah.

"Terkait dengan masih adanya rumah bersubsidi yang diperjualbelikan atau disewakan sebelum lima tahun, perbankan semestinya juga bisa lebih menyosialisasikan tentang syarat huni rumah bersubsidi kepada calon debitur MBR," tegas Eko.

Seperti diketahui, pemerintah menggelontorkan banyak fasilitas subsidi untuk membantu masyarakat kurang mampu memiliki rumah.

Dalam tahun anggaran 2021, fasilitas meliputi FLPP sebanyak 157.500 unit dengan total anggaran senilai Rp16,66 triliun, subsidi bantuan uang muka (SBUM) senilai Rp630 miliar, Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) untuk 39.996 unit senilai Rp1,6 triliun, dan Tapera dari dana masyarakat untuk 25.380 unit senilai Rp2,8 triliun

Direktur Utama Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Arief Sabaruddin mengakui ketepatan sasaran dari pemenuhan rumah bersubsidi untuk MBR masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah.

Hal ini tidak hanya terkait sasaran penerima atau MBR saja, tetapi juga menyangkut kualitas rumah bersubsidi yang dibangun pengembang. Di sinilah, menurutnya, diperlukan peran pemerintah sebagai regulator dalam membangun ekosistem perumahan yang lebih baik.

Dalam hal tersebut, Arif mengklaim PPDPP telah berkontribusi dengan mengembangkan sistem yang merangkum seluruh proses dalam pemenuhan rumah bersubsidi dengan berbasis teknologi informasi.

"Sejak tahun lalu kami sudah meluncurkan SiKasep (Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan) sebagai sistem besarnya dengan beberapa subsistem di bawahnya yang lebih detail dan memiliki fungsi spesifik," jelas Arief. (cnn indonesia/wan)