Sri Mulyani Cs Siapkan Amunisi Hadapi 'Ledakan' Kredit Macet!

Rabu, 16 Juni 2021

JAKARTA, PROPERTYBISNIS - Pemerintah tengah menyiapkan antisipasi atas risiko ledakan kredit macet. Perbankan pun diminta untuk mulai menambah pencadangan secara gradual.

Adanya potensi ledakan kredit macet awalnya diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dia menjelaskan bahwa sejumlah sektor sulit bangkit karena dampak pandemi Covid-19.

Sektor tersebut termasuk kelompok slow starter yang mengalami kontraksi penjualan paling dalam, jauh di bawah sektor industri. Kelompok ini mengalami dampak terdalam akibat Covid-19, karena bisnisnya sangat bergantung pada pulihnya aktivitas masyarakat.

Sektor-sektor yang dimaksud oleh Sri Mulyani adalah perdagangan, konstruksi, transportasi dan jasa.

"Kelompok slow starter yakni perdagangan, konstruksi, transportasi, dan jasa-jasa. Ini kelompok mengalami knock down effect yang sangat dalam karena Covid, korelasinya negatif. Ketika Covid naik mereka turun, ketika Covid turun mereka pulih tapi slow. Nah ini jadinya tidak simetris," jelas Sri Mulyani, saat rapat kerja dengan Komisi XI, Senin (14/6/2021).

Sementara sektor ekonomi yang menjadi growth driver, kata Sri Mulyani, berasal dari sektor manufaktur.

Meskipun terpukul, tapi sektor tersebut saat ini sudah mulai tumbuh. Return of asset-nya pun sudah mulai pulih, tercermin pada kuartal IV-2021 sudah mulai menyentuh 3,67%.

Kendati demikian, profitabilitas baik kelompok slow starter dan growth driver masih sangat rendah.

"Kemampuan membayar kelompok resilience berada di atas threshold [ambang batas] 1,5 sementara kelompok slow starter dan growth driver di bawah threshold atau rendah," jelas Sri Mulyani.

Hal itu, lanjut Sri Mulyani, akan membuat interest coverage ratio (ICR) atau kemampuan membayar, baik itu bagi kelompok slow starter dan growth driver perlu diintervensi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"ICR atau kemampuan untuk membayar pinjaman. Ini persoalan di OJK, untuk memberikan pinjaman. Untuk sektor yang semakin terpukul makin tidak mau (bayar), ini kita perlu intervensi," tuturnya.

Karena itu, Sri Mulyani bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) berencana mengintervensi sektor-sektor tersebut agar tidak memicu kenaikan angka kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL) yang signifikan.

"Kalau yang terpukul pulih dan langsung dapat kredit baru. Tapi yang terpukul dan tidak pulih, bank akan menghindari untuk meminjamkan di sektor ini. Ini tantangan pemulihan ekonomi dan akan terus membahasnya di KSSK," jelas Sri Mulyani. (cnbcindonesia/wan)