Harga Emas Diprediksi Bakal Anjlok Hingga 45 Persen. Ini Penyebabnya

Sabtu, 12 Juni 2021

Emas pegadaian -cnbc

Jakarta,Propertybisnis.com- Harga emas dunia sedang tertekan di pekan ini. Hal itu akibat isu tapering yang belum pergi dari pasar finansial.

Meski begitu, harga emas dunia sempat menguat 0,52% ke US$ 1.898,13/troy ons Kamis (10/6/2021). Jumat (11/6/2021) pagi, harga sudah di atas US$ 1.900/troy ons. 

Namun, berkaca dari sejarah, harga emas dunia bisa merosot hingga lebih dari 45% akibat tapering. Ketika harga emas dunia ambrol, maka harga logam mulia di dalam negeri seperti emas Antam juga ikut menurun.

Tapering merupakan kebijakan mengurangi nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) bank sentral AS (The Fed). Ketika hal tersebut dilakukan, maka aliran modal akan keluar dari negara emerging market dan kembali ke Negeri Paman Sam.

Hal tersebut dapat memicu gejolak di pasar finansial yang disebut taper tantrum. Saat itu terjadi, dolar AS menjadi perkasa, dan harga emas dunia yang dibanderoldengan mata uang Paman Sam menjadi terpukul.

Taper tantrum pernah terjadi pada periode 2013-2015. Tetapi jauh sebelumnya, emas sudah bereaksi terhadap kebijakan moneter The Fed.

Sebelum menggelontorkan QE akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19) sejak Maret 2020 lalu, The Fed pernah melakukan hal sama saat terjadi krisis finansial global 2008. Bank sentral AS itu, menerapkan QE dalam 3 tahap.

QE 1 dilakukan mulai November 2008. Kemudian QE 2 mulai November 2010, dan QE 3 pada September 2012.

Nilainya pun berbeda-beda, saat QE 1 The Fed membeli efek beragun senilai US$ 600 miliar. Kemudian QE 2 juga sama senilai US$ 600 miliar tetapi kali ini yang dibeli adalah obligasi pemerintah (Treasury) AS.

QE 1 dan 2 tersebut membawa harga emas meroket dan menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa saat itu US$ 1.920,3/troy ons pada 6 September 2011. Setelahnya harga emas terkoreksi tajam hingga ke US$ 1.600an/troy ons dan akhirnya berkonsolidasi dengan batas atas di kisaran US$ 1.800an/troy ons, emas tidak pernah lagi mendekati rekornya.

QE 3 yang dirilis The Fed pada September 2012 juga belum mampu membawa harga emas dunia kembali ke US$ 1.900/troy ons. Bahkan berujung "petaka" bagi logam mulia.

QE 3 berbeda dari dua stimulus moneter sebelumnya, kali ini sifatnya open-ended. Artinya nilainya tidak terbatas sesuai kebutuhan.

Pada satu titik ketika perekonomian AS sudah pulih maka QE tersebut akan dihentikan, tetapi sebelumnya dilakukan tapering. QE 3 saat itu senilai US$ 85 miliar per bulan.

Meski nilai QE tersebut besar, tetapi harga emas tidak begitu meresponnya sebab pasar tahu akan dilakukan tapering yang memicu taper tantrum. Benar saja, The Fed yang saat itu dipimpin Ben Bernanke mengeluarkan wacana tapering pada pertengahan 2013 dan mulai mengurangi QE sebesar US$ 10 miliar per bulan dimulai pada Desember, hingga akhirnya dihentikan pada Oktober 2014.

Tidak sampai di situ, setelah QE berakhir muncul wacana normalisasi alias kenaikan suku bunga The Fed. Alhasil, harga emas terus merosot hingga ke titik terendah yang dicapai yakni US$ 1.045,85/troy ons pada 3 Desember 2015.

Artinya, jika dilihat dari rekor tertinggi tahun 2011 hingga ke level terendah tersebut, harga emas dunia ambrol 45,54% dalam tempo 4 tahun.

Inflasi Juru Selamat

Berkaca dari tahun 2013, bisa saja harga emas juga merosot tahun ini. Tapi ada satu hal yang bisa jadi "juru selamat" yakni inflasi AS, di mana angka saat ini naik tajam, jauh lebih tinggi ketimbang tahun 2013.

Data terbaru Kamis menunjukkan inflasi di AS naik ke level tertinggi sejak Agustus 2008, di Mei 2021. Inflasi naik 5% jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu dan lebih tinggi dari ekspektasi Wall Street, 4,7%.

Biro Statistik Tenaga Kerja AS mengatakan di luar harga makanan dan energi, inflasi tercatat 3,8% alias tertinggi dalam hampir tiga dekade. Lonjakan harga mobil bekas mendorong kenaikan inflasi.

Kenaikan tajam inflasi tersebut sebenarnya sudah diprediksi oleh The Fed, dan dikatakan hanya sementara. Tetapi, seandianya berkelanjutan maka hal tersebut bisa menguntungkan bagi emas.

Sebabnya, emas secara tradisional dianggap aset lindung nilai terhadap inflasi, ketika inflasi tinggi maka permintaannya berpotensi meningkatdan meredam penurunan harga yang tajam.(*)