Ketua YLKI Sebut Pelayanan PLN Tidak ‘Zaman Now’

Selasa, 09 Juni 2020

Ketua Harian YLKI Tulus Abadi (Istimewa)

JAKARTA - Banyak masyarakat protes kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) terkait meningkatnya tarif pemakaian listrik di tengah pandemi Covid-19. Padahal, dikatakan bahwa pengguna 450 VA digratiskan hingga dan 900 VA dapat diskon 50 persen hingga Juni 2020.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan bahwa adanya ketidakjelasan informasi dari PLN. Mengatakan bahwa ada diskon 50 persen, akan tetapi, masyarakat mendapat tagihan di akhir masa berlakunya intensif, yaitu bulan Juni.

“Terjadi asimetri informasi (pihak yang memiliki banyak informasi) ya, sejauh ini konsumen tidak mengerti hal-hal yang menyangkut penghitungan tarif dan jumlah kWh yang dipakai setiap harinya berapa,” terangnya, Selasa (9/6).

Hal ini pun dinilainya menjadi masalah. Menurut Tulus, harusnya masyarakat diedukasi mengenai penghitungan tarif pemakaian listrik. Jika sebelumnya diberitahukan, kasus seperti ini pun berkemungkinan tidak akan terjadi sebab masyarakat mengetahui cara menghitung tarif.

“Sejauh ini sebagai korporasi mungkin PLN belum cukup memberdayakan konsumennya untuk bagaimana menghitung tagihan (tarif) itu atau bagaimana menjadi konsumen yang cerdas dan berdaya,” ujarnya.

Selain itu, ia pun menyinggung soal petugas pencatat meteran listrik yang dibilang sudah kuno. Pasalnya, di zaman yang canggih seperti sekarang ini, hampir semua pencatatan dilakukan melalui sistem.

“Kalau merujuk kepada kondisi kekinian ya, pencatat meter datang ke rumah itu sudah tidak ‘zaman now’ lagi ya, karena sudah banyak teknologi. Ada WhatsApp, ada e-mail yang bisa menjadi sarana mengontrol,” kata dia.

Tulus melanjutkan, jika berkaca dengan Eropa di mana petugas pencatat meteran hanya datang satu tahun sekali, Indonesia sudah ketinggalan jaman. Di sini, petugas PLN masih datang setiap bulan. “Itu sudah tidak zamannya lagi,” tambahnya.

Interaksi dengan konsumen, kata Tulus, juga harus segera diperbaiki. Dengan begitu, tidak ada yang dirugikan satu sama lain.

“Kejadian seperti ini kan akhirnya menimbulkan fitnah, di mana dituduh menaikkan tarif secara sepihak. Padahal kalau menaikkan tarif kan harus dengan DPR, harus dengan pemerintah, PLN tidak bisa seenaknya menaikkan tarif ataupun pemerintah sekalipun juga nggak bisa menaikkan tarif secara sepihak. Harus ada diskusi,” tutupnya. (Banu Adikara/Saifan Zaking/jawapos)