Pakar Kesehatan: Penerapan New Normal harus Mengacu pada Kajian Ilmiah

Senin, 08 Juni 2020

Karyawan membersihkan mika pembatas meja makan di Restoran Bebek Kaleyo, Jakarta. (Foto: antara)

JAKARTA - Pemerintah berencana melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan mengimplementasikan skenario kenormalan baru atau new normal di tengah pandemi Covid-19.

Sejumlah pakar kesehatan mengatakan bahwa menerapkan skenario new normal di tengah pandemi Covid-19 yang belum surut, jelas bukan kebijakan yang tanpa risiko. Apalagi, antivirus maupun vaksin untuk COVID-19 diprediksi belum akan tersedia dalam jangka waktu dekat.

Dalam webinar bertajuk “Life Post Covid-19: What does the new normal look like?” pada Jumat (29/5) lalu, para pakar kesehatan menilai banyak hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan sebelum pemerintah menjalankan skenario new normal.

Yang paling penting, skenario new normal harus mengacu kepada hasil kajian ilmiah, ilmu pengetahuan, dan bukti nyata atau fakta, serta bebas dari campur tangan politik. Seluruh pihak juga harus siap menghadapi berbagai perubahan dan berinovasi di era new normal.

“Setiap negara harus menentukan strategi masing-masing dalam menerapkan skenario new normal. Negara perlu membuat keputusan berdasarkan konteks, kapasitas yang tersedia, dan situasi yang dialami,” kata profesor tamu di Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore, Prof. Tikki Pangestu dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Center for Healthcare Policy and Reform Studies (Chapters) bekerja sama dengan SwissCham Indonesia dan NordCham Indonesia ini.

Tikki menegaskan, pemerintah harus menerapkan kebijakan kesehatan yang rasional di era new normal. “Pemerintahan harus berjalan secara efektif, namun kebijakan harus didasakan pada bukti ilmiah dan ilmu pengetahuan, dan perlu dievaluasi implementasinya,” ujarnya.

Turut dipaparkan, pemerintah harus mempertimbangkan faktor lain dalam membuat kebijakan new normal. Misalnya, sistem kesehatan harus diperkuat agar menjamin rumah sakit tidak kewalahan dalam menangani pasien. Pemerintah juga harus tetap responsif, bukan hanya terhadap pandemi Covid-19 tetapi juga masalah kesehatan lainnya.

Tikki menambahkan, semua pihak harus bekerja sama, mulai dari pemerintah, masyarakat, perusahaan, dan organisasi internasional.

"Semua harus bersatu, harus ada kemauan, dan komitmen untuk mengimplementasikan secara rasional kebijakan kesehatan masyarakat. Pemerintahan yang baik dan efektif harus berpegang pada bukti ilmiah, tetapi fleksibel, dan bebas dari intervensi kepentingan politik,” jelasnya.

Dalam mengatasi pandemi Covid-19 di era new normal, peran serta masyarakat sangat penting. Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Prof. Amin Soebandrio menambahkan,

“Masyarakat harus tetap meminimalkan risiko penularan Covid-19 melalui berbagai cara, seperti menghindari keramaian dan melaksanakan protokol kesehatan di tempat kerja maupun tempat umum lainnya,” jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Ekonomi Kesehatan Indonesia (InaHEA) Prof. Hasbullah Thabrany mengatakan, kunci sukses dalam menghadapi Covid-19 adalah disiplin.

“Korea Selatan bisa menjadi contoh, di mana pemerintahnya memiliki respons yang cepat di awal ketika Covid-19 masuk ke negaranya sehingga bisa menerapkan kebijakan new normal terlebih dahulu. Sementara Amerika Serikat dinilai terlambat mendeteksi Covid-19. Penerapan new normal di Amerika Serikat saat ini juga masih menjadi perdebatan,” papar Hasbullah.

Hasbullah memperkirakan, vaksin Covid-19 tidak akan tersedia dalam beberapa waktu ke depan. Karena itu, untuk mempertahankan ekonomi di era new normal, solusinya adalah dengan menjaga kesehatan untuk mencegah infeksi Covid-19.

Di era new normal, lanjutnya, semua pihak juga harus siap menghadapi berbagai perubahan dan sektor kesehatan akan memimpin perubahan ini. “Nantinya, seluruh industri harus mengikuti protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19. Sektor ekonomi di era new normal akan sangat tergantung pada sektor kesehatan,” tutup Hasbullah. (Yudho Winarto/kontan)