Di Balik Penerapan Jaga Jarak di Pasar Pegirian, Surabaya

Sabtu, 30 Mei 2020

Sebanyak 84 petak disiapkan di Jalan Raya Nyamplungan untuk pedagang Pasar Pegirian, Surabaya. Setiap petak dibuat berjarak untuk menerapkan aturan physical distancing. (Foto: Ahmad Khusaini /Jawa Pos

Sebagian pedagang dipindah ke jalan raya karena sulit menerapkan physical distancing di dalam area pasar. PD Pasar juga tak punya lahan untuk perluasan. Jadi, jalan raya solusinya.

EKO HENDRI SAIFUL, Surabaya, Jawa Pos

MURDIYATI sebenarnya tak keberatan dengan penataan tempatnya berjualan. Apalagi, penataan itu bisa membuatnya lebih ”bernapas”: ada jarak dengan pedagang lain, tak lagi uyel-uyelan.

”Yang saya khawatirkan cuma pelanggan kesulitan mencari,” kata pedagang kue di Pasar Pegirian, Surabaya, itu.

Kemarin (28/5) pasar di kawasan Surabaya Utara tersebut memang ramai diperbincangkan. Itu berawal saat ada video berisi petugas Dishub Surabaya membuat garis putih di depan pasar tradisional.

Dalam video yang berdurasi kurang dari satu menit itu, tampak sejumlah petugas berpakaian biru membuat garis warna putih pada Rabu malam (27/5). Garis tersebut memadati Jalan Nyamplungan sepanjang 150 meter. Garis yang berhubungan membentuk kavling-kavling kecil. Ukurannya sekitar 4 meter persegi.

Petak-petak itu bukan untuk mainan anak-anak. Juga, tidak diperuntukkan bagi pengguna jalan. Apalagi, pejalan kaki yang mengarah ke Jalan Sultan Iskandar Muda. Itu dibuat untuk memfasilitasi pedagang berjualan. Salah satunya Murdiyati.

”Yang berjualan di luar ada 84 orang. Nanti diawasi aktivitasnya,” ujar Humas Perusahaan Daerah (PD) Pasar Surya M. Zaini.

Penataan itu mengingatkan orang pada penataan di Pasar Pagi Salatiga, Jawa Tengah, yang juga ramai jadi sorotan pada akhir April lalu. Sebanyak 800-an pedagang ditata dengan menerapkan protokol jaga jarak demi pencegahan virus korona.

Untuk alasan yang sama pula penataan di Pegirian dilakukan. Menurut Zaini, pedagang akan berjualan hingga pelaksanaaan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) jilid 3 berakhir. Perkiraan sampai 9 Juni nanti.

Surabaya merupakan kota dengan jumlah kasus positif Covid-19 tertinggi di Jawa Timur. Kemarin sudah tercatat 2.216 kasus positif di ibu kota Jawa Timur (Jatim) itu. Sedangkan se-Jatim sampai dengan pukul 18.15 kemarin, tercatat 4.271 kasus positif dengan jumlah korban meninggal mencapai 348 jiwa.

Aktivitas berjualan di jalan raya, kata Zaini, tak lepas dari keinginan Pemkot Surabaya mencegah munculnya klaster di Pasar Pegirian. Meski, itu tak mudah diterapkan.

Pedagang tak mungkin diatur satu per satu. Apalagi, membongkar seluruh stan yang uyel-uyelan di dalam. Jumlah penjual yang mencari nafkah cukup banyak.

PD Pasar mencatat ada 675 pedagang yang berjualan di Pasar Pegirian. Barang yang dijajakan beragam. Mulai sayur, buah, ikan, kain, sampai hantaran pernikahan. Mereka berjualan di sana sejak puluhan tahun lalu.

Zaini menjelaskan bahwa program physical distancing sulit diterapkan di area pasar. Sebab, jarak stan antar pedagang terlalu mepet. Situasinya lebih parah saat menjelang Lebaran lalu. Pengunjung berjubel.

Ada ribuan orang yang berbelanja di Pasar Pegirian. Mereka memadati setiap lorong-lorong pasar. Selain Surabaya, ada warga luar daerah yang datang.

”Sedangkan kami tak punya lahan yang luas untuk perluasan. Satu-satunya yang bisa dipakai ya jalan raya,” kata Zaini.

Mengenai ide penggunaan jalan, dia menjelaskan, itu muncul dalam rapat. Keputusan untuk menyulap jalan raya jadi area berjualan sudah disepakati banyak pihak.

Tak heran, banyak instansi yang terlibat dalam pelaksanan program. Termasuk Dishub Surabaya. Petugas dishub diberi tanggung jawab untuk memasang garis untuk lapak pedagang. Pembuatannya dilakukan semalam seperti dalam video yang beredar.

Tentu bukan hal mudah mengatur stan. Selain rapi, desainnya harus detail. Petugas harus mengukur berapa lebar akses pembeli dan jarak antar pedagang. Sebab, jika tidak benar-benar diatur, program physical distancing akan sia-sia.

Selama dipakai berjualan, ada rekayasa lalu lintas di Jalan Nyamplungan. Kendaraan yang melaju dari arah Jalan Dukuh ke Sultan Iskandar Muda akan dibelokkan terlebih dahulu ke Jalan Pegirian.

”Ini memang perlu pengaturan. Ada petugas yang mengarahkan,” kata Zaini.

Menurut dia, proses pengamanan selama berjualan jadi tanggung jawab bersama. Selain satpol PP, polisi akan ikut serta. ”Tapi, tidak sampai siang. Pedagang hanya diperbolehkan berjualan sampai pukul 09.00,” tambah Zaini.

Sedangkan rata-rata mereka mulai buka lapak pukul 05.00. Ada satpol PP yang akan mengangkut perkakas jika pedagang bandel.

Dari pengamatan Jawa Pos kemarin, area perbelanjaan dadakan masih terlihat sepi. Yang tampak jelas para pedagang dengan barang-barangnya. Seluruhnya bisa diketahui pengunjung dari jarak jauh. Dengan begitu, para pembeli sebenarnya tidak akan kebingungan mencari barang apa yang mau dibeli.

Tapi, tetap saja para pedagang seperti Murdiyati, yang sudah bertahun-tahun berdagang dengan cara biasanya, punya kekhawatiran tentang pelanggan yang bakal kesulitan untuk mencari. Butuh waktu bagi mereka untuk beradaptasi sepenuhnya.

Selain itu, terbukanya area berjualan jadi perhatian para pedagang. Harus ekstra mengawasi barang masing-masing. ”Banyak debu di jalan raya. Kami khawatir bisa kena makanan,” kata Murdiyati. (Ilham Safutra/c10/ttg/jawapos)