Puasa, Idul Fitri, Silaturahmi

Kamis, 21 Mei 2020

Anwar Abbas, Sekjen MUI. (Foto: Jawapos)

Oleh ANWAR ABBAS, Sekjen MUI

KITA tentu ingin menjadi orang yang bersih dan suci dari dosa. Keadaan seperti itulah yang akan bisa mengantarkan kita nanti di hari akhir untuk menjadi orang yang beruntung sebagai hamba-Nya: dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke surga. Dan, dengan kehadiran bulan Ramadan dan Idul Fitri, peluang untuk mendapatkan itu dibuka dan terbuka.

Nabi Muhammad SAW dalam salah satu hadisnya bersabda, barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka diampuni oleh Allah dosanya yang terdahulu.

Apalagi kalau kita bisa menegakkan dan mengisi malam hari di bulan puasa tersebut dengan berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah dan banyak beribadah dan berbuat baik. Maka, Tuhan, kata Nabi, akan mengampuni dosa-dosa kita terdahulu.

Jadi, secara teoretis, jika keadaan ini bisa kita lakukan, tentu pada Hari Raya Idul Fitri besok diri kita sudah menjadi diri yang bersih dari dosa.

Tapi, yang dimaksud di sini tentu dosa kita kepada Tuhan, bukan dosa kita kepada sesama. Sebab, dosa kita kepada sesama, kata Tuhan, Dia tidak bisa mengampuninya. Yang bisa mengampuninya adalah orang yang kita telah berbuat salah kepadanya.

Karena itu, supaya benar-benar bisa bersih dari dosa dan keluar serta hadir di hari Idul Fitri sebagai orang yang suci, dalam kesempatan itu kita sangat dianjurkan untuk melakukan silaturahmi. Bermaaf-maafan dengan sanak saudara, teman, dan pihak-pihak lain.

Lalu, bagaimana kita melakukan itu di tengah-tengah negeri yang sedang dilanda pandemi Covid-19, di mana kita dituntut untuk menjaga diri dengan menjaga jarak dengan orang lain? Ini jelas merupakan sebuah persoalan baru yang kita hadapi. Belum pernah kita seumur-umur menghadapi persoalan seperti ini di mana secara masif masing-masing dari kita dituntut untuk melakukan physical distancing agar tidak tertular virus korona.

Melakukan physical distancing di saat merayakan Idul Fitri jelas sangat berat. Kita sudah biasa dan terbiasa bersilaturahmi dengan tatap muka dan berjabat tangan. Bahkan, untuk bisa melakukan itu, banyak di antara kita yang pulang kampung atau mudik untuk bisa bertemu dengan sanak saudara. Tapi, hal itu tampaknya tidak bisa kita lakukan tahun ini.

Kalau tetap melakukannya, bisa-bisa maksud baik kita akan berujung dengan bencana dan malapetaka. Dalam pertemuan atau bersalam-salaman itu, kemungkinan terjadinya transmisi atau penularan virus menjadi sangat terbuka. Maka, hendaknya kita bisa menjaga diri agar kehadiran Idul Fitri tidak menambah makin terpuruknya bangsa ini ke dalam masalah atau krisis kesehatan yang berlarut-larut.

Itu jelas menjadi salah satu masalah yang berat bagi kita. Teorinya, meninggalkan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan –silaturahmi tatap muka dan bersalaman– jelas tidak mudah. Tapi, kita bisa mengatasinya dengan kemajuan teknologi yang sudah ada. Kontak melalui SMS, WhatsApp, video call, Zoom, Facebook, Instagram, dan sebagainya bisa mengobati rasa kangen kepada sanak saudara serta teman dan handai tolan. Keinginan untuk saling memaafkan bisa terpenuhi sehingga hidup dan kehidupan kita ke depan akan makin tenang dan bahagia. Hidup kita akan makin dicintai Allah dan akan makin dicintai sesama.

Alat-alat komunikasi tersebut jelas telah membantu dan memudahkan hidup kita. Tapi, tidak berarti diri dan hidup kita ke depan sudah pasti akan bisa lebih baik. Setan dan hawa nafsu yang menjadi musuh kita akan selalu mengintip dan mencari peluang untuk menjerumuskan kita. Karena itu, dalam mempergunakan alat untuk berkomunikasi itu, kita harus bisa menjaga diri untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang dalam agama. Misalnya, bergunjing dan atau melihat dan membaca hal-hal yang tidak patut menurut ajaran agama.

Itu penting diperhatikan dan disadari. Kalau tidak, kita bisa terseret lagi ke dalam dosa-dosa baru. Hal yang demikian jelas tidak akan bisa membentuk dan mengantarkan hidup dan kehidupan kita di masa depan menjadi lebih baik. Padahal, dalam doa yang sering kita panjatkan, kita meminta kepada Tuhan agar hidup selamat di dunia dan akhirat. Itu hanya akan dapat kita capai kalau hubungan dengan Allah dan sesama serta dengan diri kita sendiri baik sesuai dengan aturan dan ketentuan yang telah ditetapkan-Nya.

Dan, perlu kita ketahui dan sadari bahwa bulan puasa serta Idul Fitri telah membantu dan mengondisikan kita untuk itu. Semoga kita bisa mengambil manfaat dari kehadiran dua peristiwa mulia tersebut. Amin. (Ilham Safutra/jawapos)