ARFI Dorong Regulasi Konstruksi Ikuti Perkembangan Teknologi

Rabu, 20 Mei 2020

RANGKA ATAP: Contoh penggunaan baja ringan untuk rangka atap dan kuda-kuda pelana. (Foto: For JawaPos.com)

JAKARTA – Asosiasi Roll Former Indonesia (ARFI) menyoroti regulasi terkait konstruksi. Yakni, terkait penggunaan material bangunan untuk rumah sederhana sehat (RSS).

Ketua ARFI Stephanus Koeswandi menuturkan, regulasi soal penyediaan RSS baru diatur dalam Surat Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 403/KPTS/M/2002. Surat keputusan (SK) itu sudah tidak sejalan lagi dengan perkembangan teknologi.

“Contohnya untuk bagian atap pelana dengan kuda-kuda kerangka kayu. Dalam SK itu kuda-kuda pelana menggunakan kerangka kayu. Kini, teknologi untuk kuda-kuda pelana bisa memanfaatkan ada baja ringan. Namun ketentuan penggunaan baja ringan belum diatur untuk penggunaan pada RSS,” ujar Stephanus Koeswandi kepada JawaPos.com, Selasa (19/5).

Adapun ketentuan dalam SK Menteri Kimpraswil dimaksud yakni pada pasal 4. Di pasal itu disebutkan bahwa ketentuan rumah sederhana sehat untuk rangka dinding pada rumah harus dibuat minimal dari kayu atau struktur beton bertulang.

Pada bab yang sama disebutkan, RSS harus menggunakan atap pelana dengan kuda-kuda kerangka kayu dengan kelas kuat dan awet II berukuran 5/10 dan yang banyak beredar di pasaran dengan ukuran sepadan.

“Pada teknologi baru saat ini, struktur bangunan bisa dibuat dari material beton pracetak dan baja solid maupun baja ringan. Semua itu dengan spesifikasi yang menyerupai bahkan melebihi spesifikasi yang telah ditentukan beberapa tahun silam itu,” imbuhnya. Dia berharap perkembangan teknologi tersebt diatur dalam regulasi baru untuk konstruksi bangunan pada RSS.

Menurut Stephanus Koeswandi, kuda-kuda baja ringan memiliki kelebihan tambahan. Selain cepat dalam pemasangan serta presisi, kuda-kuda baja ringan juga tidak membebani struktur rumah sehingga dampak buruk akibat bencana alam seperti gempa bumi bisa diminimalisasi.

Implikasi dari kelebihan itu yakni bisa menghemat waktu, biaya pembangunan, keamanan, dan lebih ramah lingkungan. Apalagi penggunaan kayu sudah ditekan. “Kelebihan khusus penggunaan baja ringan lainnya juga terletak pada segi keamanan,” kata dia.

Stephanus menjelaskan, rumah dengan konstruksi baja ringan merupakan rumah tahan gempa, karena sistem interlocking di baja ringan memastikan antarsambungan saling mengikat. Hal itu dianggap lebih aman ketika terjadi gempa. Dengan pemanfaatan teknologi baja ringan, masalah kebutuhan rakyat terhadap rumah layak huni yang terus meningkat dapat teratasi.

Di beberapa wilayah Indonesia, kebutuhan RSS yang dikhususkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih belum seimbang dengan pasokannya. Contonya di Jawa Tengah (Jateng).

Berdasar data Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Disperakim) Jateng, saat ini masih ada 720.000 backlog (timbunan yang belum dikerjakan) dari sisi kepemilikan. Dari sisi kepenghunian terdapat 530.000 backlog. Jumlah itu tersebar di sejumlah kabupaten/ kota di Jawa Tengah. (Ilham Safutra/jawapos)