Sri Mulyani Sebut Tumpang Tindih Data Bansos Lebih Baik Daripada Tidak Dapat

Ahad, 10 Mei 2020

Pekerja menyusun bantuan paket sembako dari Presiden di Goodang.com, Neglasari, Kota Tangerang, Banten. (Foto:antara)

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penyaluran bantuan sosial (bansos) untuk mengatasi dampak wabah corona saat ini memang berpotensi menimbulkan adanya tumpang tindih data.

Menurut Sri Mulyani, adanya tumpang tindih ini disebabkan karena data bansos saat ini belum termasuk dengan data yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah (pemda). Namun, ia merasa tumpag tindih tersebut masih lebih baik daripada masyarakat tidak dapat bantuan sama sekali.

"Apakah kemungkinan akan ada tumpang tindih? Kemungkinan ada, tapi itu mungkin lebih baik daripada tidak dapat," ujar Sri Mulyani di dalam agenda telekonferensi daring, Jumat (8/5).

Risiko terjadinya tumpang tindih data ini, memang menjadi sesuatu yang sering muncul dalam pembahasan oleh pemerintah. Oleh karena itu, Sri Mulyani mengatakan pihaknya akan terus membangun sistem jaminan sosial dengan lebih baik dan reliabel dari sisi pendataannya.

Sri Mulyani melanjutkan, meski belum termasuk dengan data dari pemda, tetapi penyaluran bansos oleh pemerintah pusat saat ini sudah mencakup sekitar 55% dari penduduk Indonesia.

Bansos yang diberikan ini adalah program keluarga harapan (PKH), subsidi listrik, kartu sembako atau bantuan pangan non-tunai (BPNT), dan dana desa.

Kemudian, dengan adanya tambahan bansos sembako, bantuan tunai, dana desa, dan kartu prakerja penyalurannya dinilai mencakup hampir 60% dari penduduk Indonesia.

"Dengan adanya tambahan ini, maka kemungkinan sudah bisa mencakup hampir 60% dari penduduk Indonesia," kata Sri Mulyani.

Adapun berdasarkan catatan Kemenkeu, realisasi penyaluran bansos sampai saat ini untuk program PKH sebesar Rp 16,56 triliun, BNPT senilai Rp 14,16 triliun, bansos sembako khusus DKI Jakarta senilai Rp 284,13 miliar, bansos tunai non-Jabodetabek mencapai Rp 3,48 triliun, bansos dana desa sebesar Rp 63,25 miliar, dan kartu prakerja sebesar Rp 1,62 triliun.(Rahma Anjaeni/Noverius Laoli/kontan)