Pertumbuhan Ekonomi Melambat, Ekonom Prediksi Jumlah Orang Miskin Melonjak

Selasa, 05 Mei 2020

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. (Foto: antara)

JAKARTA - Anjloknya pertumbuhan ekonomi serta penerapan restriksi sosial dan mobilitas di berbagai wilayah sebagai akibat pandemi Covid-19, tidak hanya berpotensi mengakibatkan hilangnya lapangan kerja dalam jumlah besar, tetapi juga meningkatkan kemiskinan secara masif.

Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan bertambah 5,1 juta hingga 12,3 juta orang pada kuartal II-2020.

Bahkan, potensi peningkatan kemiskinan lebih besar terjadi di perkotaan, yakni 3 juta hingga 9,7 juta orang.

Namun, apabila potensi penyebaran wabah dari wilayah perkotaan ke pedesaan tidak dapat dicegah, lonjakan jumlah kasus Covid-19 di wilayah pedesaan pun tak dapat dihindari.

Ekonom CORE Akhmad Akbar Susamto memprediksi pada skenario lebih berat, potensi pertambahan penduduk miskin mencapai 8,25 juta orang, dengan asumsi bahwa penyebaran Covid-19 lebih luas lagi dan kebijakan PSBB diberlakukan lebih luas di banyak wilayah di pulau Jawa dan beberapa kota di luar pulau Jawa.

“Total jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan berdasarkan skenario ini menjadi 33,9 juta orang, atau 12,8% dari total penduduk Indonesia,” kata Akhmad, Selasa (5/4).

Akhmad bilang pada skenario sangat berat, potensi pertambahan penduduk miskin mencapai 12,2 juta orang, dengan asumsi bahwa penyebaran Covid-19 tak terbendung lagi dan kebijakan PSBB diberlakukan secara luas baik di pulau Jawa maupun luar Jawa, dengan standar yang sangat ketat.

Sehingga, total jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan berdasarkan skenario ini menjadi 37,9 juta orang, atau 14,35% dari total penduduk Indonesia.

“Skenario ini dibangun dengan asumsi bahwa puncak pandemi terjadi pada kuartal II-2020, dan setelahnya berangsur-angsur mereda. Apabila situasi ekonomi memburuk dalam waktu yang lebih panjang, maka peningkatan jumlah penduduk miskin akan lebih besar lagi,” ujarnya.

Menurutnya, persebaran Covid-19 yang saat ini terpusat di wilayah perkotaan menyebabkan potensi peningkatan kemiskinan lebih besar terjadi di perkotaan. Untuk skenario berat, potensi pertambahan jumlah penduduk miskin spesifik di perkotaan mencapai 3 juta, sementara di pedesaan 2,6 juta orang.

Untuk skenario lebih berat, potensi pertambahan jumlah penduduk miskin di perkotaan mencapai 6 juta, sementara di pedesaan 2,8 juta orang. Untuk skenario sangat berat, potensi pertambahan jumlah penduduk miskin di perkotaan dapat mencapai 9,7 juta, sementara di pedesaan hanya 3 juta orang.

“Yang perlu diwaspadai selanjutnya adalah, apabila potensi penyebaran wabah dari wilayah perkotaan ke pedesaan tidak dapat dicegah, di antaranya melalui pembatasan mobilitas orang dari kota ke desa, lonjakan jumlah kasus Covid-19 di wilayah pedesaan tak dapat dihindari,” kata Akhmad.

Setali tiga uang, potensi pertambahan jumlah penduduk miskin di pedesaan akan lebih besar dibanding prediksi di atas. “Artinya, beban pemerintah untuk mengatasi persoalan kemiskinan, baik melalui subsidi, bantuan sosial dan lainnya, menjadi semakin besar,” kata dia.

Adapun pertumbuhan ekonomi sepanjang kuartal I-2020 hanya mencapai 2,97%. Pencapaian tersebut jauh jika dibandingkan dengan realisasi kuartal I-2019 yang bertengger di level 5,07%. (Yusuf Imam Santoso/Noverius Laoli)