Kemensos Akui Basis Data Penerima Bansos Corona Terakhir Diperbarui 2015

Kamis, 30 April 2020

Pekerja mengemas paket bantuan sosial (bansos) di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

JAKARTA - Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial, Hartono Laras, mengakui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) terakhir diperbarui secara masif pada 2015. DTKS merupakan data rujukan awal untuk menentukan penerima bantuan sosial atau bansos karena terdampak pandemi virus Corona (Covid-19).

"DTKS kami memang terakhir ada pemutakhiran basis data terpadu masif secara besar itu pada 2015," kata Hartono dalam diskusi virtual bersama Tempo, Kamis (30/4/2020).

Hartono menuturkan, Kemensos sebenarnya sudah mengusulkan untuk melakukan pemutakhiran data secara menyeluruh. Ia juga mendorong daerah untuk terus melakukan perbaikan dan pembaruan data.

Dalam pemberian bantuan untuk warga terdampak virus Corona saat ini, kata Hartono, DTKS digunakan sebagai acuan awal. Di samping itu, kata dia, verifikasi data terus dilakukan. Kemensos juga mempersilakan daerah untuk melakukan modifikasi berdasarkan hasil verifikasi di lapangan.

Pemberian dana bansos untuk warga terdampak virus Corona di berbagai daerah dilaporkan bermasalah. Warga yang tergolong mampu memperoleh bantuan, warga yang ekonominya sulit malah terlewat.

Direktur Smeru Riset Institute, Widjajanti Isdijoso, mengatakan persoalan data menjadi masalah rumit penyaluran bantuan sosial kepada warga terdampak virus Corona. Ia mengatakan sejumlah daerah melakukan pemutakhiran data.

Namun hal itu juga belum memadai lantaran adanya keterbatasan sumber daya manusia dan keuangan di tiap daerah.

Akibatnya, kata Widjajanti, akurasi data dari 2015 hingga 2019 terus menurun. Pada 2015, ucap dia, keakuratan data 2015 ialah berkisar 85 persen.

Namun menurut catatan Smeru, pada 2019 ada sekitar 60 kabupaten yang tak melakukan pembaruan data. "Kemiskinan itu naik turun angkanya, sangat fluktuatif, kalau tidak di-update tentu keakuratan turun," kata Widjajanti.

Ia mencontohkan, DTKS berisikan data 40 persen masyarakat miskin di Indonesia. Namun dalam kondisi pandemi sekarang ini, angka tersebut bisa jadi bertambah besar lantaran banyak orang kehilangan pekerjaan dan penghasilan. "Ini memerlukan treatment yang istimewa dan memang kita tidak siap," ujar dia.(Andya Dhyaksa/bisnis/tempo)