"Mencegah alih fungsi lahan sangat penting, tapi tidak cukup itu. Selain itu, yang harus didorong adalah pembangunan sektor agraria yang berorientasi kepada kebutuhan masyarakat, alih-alih sekadar pasar," kata Iqra yang juga peneliti di LP3ES ini.
Kemudian, lanjutnya, juga harus didorong lebih lanjut adalah agenda redistribusi lahan. Serta, penyelesaian konflik-konflik agraria."Terakhir, pemerintah juga perlu mengakomodir pola kepemilikan lahan yang bersifat komunal agar dikelola oleh organisasi dan komunitas rakyat di pedesaan," sambungnya.
Iqra juga menyarankan agar pemerintah segera mengawasi dan menghentikan praktik spekulasi lahan yang dilakukan oleh bisnis skala besar yang cenderung terjadi di tengah masa krisis.
Hal ini semata agar tidak ada alih fungsi lahan besar-besaran saat krisis terjadi.
Selain itu, Pemerintah juga perlu menggandeng komunitas rakyat dalam menghadapi ancaman krisis pangan di tengah pandemi ini.
Gotong royong antar elemen ini penting guna memastikan tidak ada yang kekurangan pangan di masyarakat.
"Pemerintah juga perlu berkoordinasi dengan berbagai inisiatif yang dilakukan oleh komunitas-komunitas dan organisasi-organisasi rakyat yang telah melakukan upaya untuk menyediakan stok pangan, baik bagi warga desa maupun konsumen di perkotaan," pungkasnya.
Menyikapi hal ini, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) menegaskan, menjaga eksisting lahan pertanian ini demi memenuhi kebutuhan pangan masyarakat 267 juta jiwa secara mandiri.
"Kalau alih fungsi lahan dibiarkan, besok anak-anak kita mau makan apa? Boleh ada perumahan, boleh ada hotel, tapi tidak boleh merusak lahan pertanian yang ada," ujar Mentan SYL.(Dwi ereline Amelia/vivanews)