Surabaya Siapkan Dua Hotel Berkapasitas 314 Kamar buat Isolasi Mandiri

Selasa, 21 April 2020

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memberikan keterangan pers mengenai penanganan kepada ODP dan PDP di Taman Surya. (Foto: Dipta Wahyu/Jawa Pos)

SURABAYA – Pemutusan mata rantai Covid-19 dilakukan dengan pelacakan kontak erat pasien positif virus tersebut. Pemkot Surabaya mengidentifikasi adanya 12 klaster persebaran. Dari klaster tersebut, muncul pula orang tanpa gejala (OTG). Bagi mereka, disiapkan dua hotel dengan kapasitas 314 ruangan untuk isolasi mandiri.

Klaster tersebut dibedakan menjadi empat jenis. Ada klaster area publik, negara terjangkit, daerah terjangkit, dan transmisi lokal. Untuk transmisi lokal misalnya, ada Manukan Kulon, perkantoran, dan Gresik PPI.

Sementara itu, klaster area publik meliputi perkantoran, Pusat Grosir Surabaya, Pasar Kapasan, Seminar Idea Cloud, pelatihan TKHI, masjid di Wisma Kedung Asem, dan masjid di Bratang Gede. Klaster daerah terjangkit berada di Jakarta.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menegaskan bahwa orang-orang yang dinyatakan terkonfirmasi positif hingga Minggu malam itu berasal dari klaster tersebut. Mereka berasal dari peningkatan status yang sebelumnya orang dalam pemantauan (ODP) menjadi pasien dalam pengawasan (PDP).

”Kalau tidak dari ODP (orang dalam pemantauan), ada dari PDP (pasien dalam pengawasan) atau OTG (orang tanpa gejala). Kemarin ada dua dari ODR (orang dengan risiko) itu orang yang memang sudah kita tracing semuanya,” jelas Risma.

ODR adalah orang yang tak berhubungan erat dengan pasien terkonfirmasi, tapi pernah satu tempat dalam waktu yang singkat. Misalnya, ada orang yang pernah mengunjungi tempat sama dengan yang dikunjungi pasien terkonfirmasi. ODP adalah orang yang punya kontak erat dengan pasien terkonfirmasi positif. Sementara itu, PDP adalah ODP dengan gelaja seperti batuk, demam, hingga sesak napas. Kemudian, OTG adalah keluarga PDP yang tak memiliki gejala.

Orang-orang tersebut diminta untuk isolasi mandiri di rumah. Yang punya gejala berat akan menjalani perawatan di rumah sakit. Risma menuturkan, karena jumlah ruang isolasi di rumah sakit tidak mencukupi, ada pasien terkonfirmasi positif yang isolasi mandiri di rumah. Risma menuturkan, pihaknya memberikan bantuan makanan, termasuk wedang pokak, telur rebus, dan vitamin.

”Ada yang rawat jalan, saya telepon sendiri, kenapa tak diopname sekalian ya? Dia, kakak adik. Katanya dokter, dia tak apa-apa. Dia hanya gejala sesak napas, bukan pneumonia. Tapi, kalau yang gejala pneumonia, otomatis dia harus dirawat,” jelas Risma.

Khusus untuk warga yang mejalani isolasi mandiri, ada pengawasan, mulai dari pengurus RT, RW, lurah, hingga camat. Pemkot juga melibatkan bhabinkamtibmas dan babinsa untuk membantu mengawasi orang tersebut. Tapi, tidak sampai ada pengucilan warga yang sedang isolasi mandiri.

Selain itu, ada penyemprotan secara rutin setiap hari di kawasan rumah tersebut. Pemkot belum bisa sampai masuk ke rumah karena harus ada kepastian kondisi pasien itu terlebih dahulu.

Di Surabaya penyemprotan itu menggunakan banyak armada dari lintas SKPD. Di antaranya, dari PMK 60 unit, satpol (15), linmas (10), DKRTH (15), DKPP (4), dan dishub (6). Dalam sehari, semua armada tersebut bisa mencapai 650 lokasi.

Risma menyebutkan, dengan pelacakan kontak erat tersebut, pemkot ingin memutus mata rantai persebaran Covid-19. Namun, yang jadi masalah adalah memastikan kondisi orang itu. Salah satu yang jadi perhatian serius adalah OTG. Sebab, mereka tak menunjukkan gejala, tetapi diduga kuat membawa virus. Risma mengaku sudah mengajukan ke Universitas Airlangga. Ada 224 orang yang diajukan untuk bisa dites. ”Tapi, dicicil tesnya,” imbuh dia.

Dia menyebutkan, sudah disiapkan hotel dengan protokol ketat. Ikut diperhatikan pula cuci pakaian empat setel hingga makan tiga kali sehari. ”Itu kalau tes swab negatif. Tapi, dia belum bisa dikatakan negatif atau tidak. Makanya, dia di hotel itu 14 hari. Yang terpenting adalah dia bisa keluar dari lingkaran positif keluarganya itu. Supaya dia tak menjadi PDP atau ODP,” jelas Risma.

Direktur Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) Prof dr Nasronudin SpPD-KPTI FINASIM mengatakan, jika ada permintaan dari pemkot untuk tes swab, RSUA siap melayani selama Institut Tropical Disease (ITD) Unair memiliki cukup reagen. Permintaan tersebut tentu harus disertai kesiapan membiayai proses pemeriksaan tersebut. ”Yang memeriksa laboratorium itu berada di ITD, bukan RSUA,” katanya.

Nasronudin menuturkan, RSUA hanya bertugas membantu mengambil sampel swab pasien. Pembayaran akan diteruskan ke ITD. Jadi, jika tes swab dilakukan warga Surabaya, semestinya pemkotlah yang menanggung biayanya. ”Kami mengikuti saja bila ada kebijakan lain. Tugas kami hanya melayani,” ujarnya.

Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 dr Prastuti Asta Wulaningrum SpP mengatakan, orang dengan riwayat kontak dengan pasien positif Covid-19 dapat didaftarkan untuk pemeriksaan swab melalui dinas kesehatan (dinkes) setempat. Saat ini, sudah banyak yang melalui jalur dinkes. ”Dinkes akan melakukan tracing kepada orang-orang yang pernah kontak dengan pasien Covid-19,” jelasnya. (Dhimas Ginanjar/jun/ayu/c6/git/jawapos)