Kinerja Sektor Properti Diprediksi tak Akan Sebaik Tahun 2019

Selasa, 21 April 2020

(Foto:kontan)

JAKARTA - Kinerja keuangan emiten sektor properti tahun ini berpotensi akan mengalami kondisi tak jauh berbeda dibandingkan tahun 2019. Dengan berlakunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai upaya pencegahan menyebarnya virus korona di sejumlah wilayah membuat pemasukan emiten sektor properti menjadi lesu.

Analis NH Korindo Sekuritas Ajeng Kartika Hapsari mengatakan emiten properti akan mengalami kesulitan untuk mencatatkan kinerja yang lebih baik di tahun 2020. Di tengah mewabahnya virus korona saat ini akan membuat masyarakat cenderung menyimpan uangnya ketimbang digunakan untuk konsumsi, khususnya sektor properti. Dengan begitu, penjualan properti pun akan berkurang secara signifikan.

Ajeng memperkirakan kinerja sektor properti tahun ini memiliki kondisi yang tak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Bahkan, Ajeng menilai kondisinya akan jauh lebih sulit. Selain kecenderungan masyarakat menyimpan uang, keputusan Bank Indonesia yang mempertahankan suku bunga acuan 4,5% beberapa waktu lalu juga berdampak pada turunnya minat konsumen.

“Di kondisi seperti ini, prospek sektor properti ke depan agak sulit,” kata Ajeng.

Dengan berlakunya kebijakan untuk bekerja dari rumah dan PSBB juga turut menekan kinerja properti, khususnya pada sewa tenant di pusat perbelanjaan dan perkantoran. Tak hanya itu, emiten properti yang memfokuskan pendapatannya melalui sektor perhotelan dan recurring income juga akan mengalami penurunan.

Senada, Analis Oso Sekuritas Sukarno Alatas mengatakan prospek kinerja properti di tahun 2020 akan mengalami penurunan ketimbang tahun sebelumnya. Pasalnya, emiten properti yang berfokus pada sewa tenant di pusat perbelanjaan dan perkantoran tidak mendapat pemasukan seiring kebijakan tersebut. Sehingga, emiten properti cenderung memberikan kompensasi penundaan pembayaran.

Itu dapat terlihat pada emiten PWON yang memberikan kelonggaran pembayaran tenant untuk bulan April 2020 dan Juni 2020. Kebijakan itu berlaku pada semua tempat perbelanjaan PWON, baik di Jakarta dan Surabaya. “Berkaca dari kondisi itu, permintaan terhadap properti pun ikut melemah dan lesu,” kata Sukarno.

Di tempat lain, Analis Panin Sekuritas Ishlah Bimo Prakoso mengatakan dampak negatif yang dirasakan akibat penyebaran virus korona adalah terhambatnya proses marketing gallery seiring dengan ditutupnya pusat perbelanjaan. Sehingga, marketing sales juga akan susah untuk tumbuh.

Untuk menjaga kinerja, Bimo berpendapat emiten properti harus menghindari dan menahan pengeluaran biaya operasi, terutama untuk perilisan produk baru. Sebaliknya, emiten properti dapat memaksimalkan pengenalan produk-produk lama yang telah dirilis kepada publik. 

Tak hanya itu, emiten properti juga dapat memangkas biaya-biaya administrasi untuk meningkatkan efisiensi kinerja keuangannya. “Emiten properti harus menghindari menciptakan hal-hal baru,” kata Bimo.

Ajeng melihat perumahan ritel akan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan sewa tenant pada tahun ini. Sebab, kecenderungan masyarakat untuk memiliki tempat hunian yang masih tinggi. Sehingga, emiten properti berpotensi akan memaksimalkan kinerjanya pada penjualan rumah ritel, khususnya pada produk rumah tapak.

Terlebih dengan kemungkinan tren penurunan suku bunga acuan yang akan berlanjut seiring dengan penyebaran virus korona. Dengan begitu, suku bunga perbankan juga berpotensi untuk turun yang kemudian akan menyuntik konsumen lebih mudah untuk memutuskan membeli properti.

Kendati demikian, Bimo menyarankan agar investor mempertimbangkan neraca yang dimiliki oleh emiten-emiten properti yang dituju. Semakin sehat neracanya, maka akan semakin tahan emiten dalam menghadapi guncangan.

Bimo melihat saham emiten CTRA, BSDE, dan PWON yang dapat dilirik oleh investor. Sebab, ketiga emiten tersebut cenderung memiliki daya tahan yang tinggi karena porsi hutangnya yang terbilang rendah. Di samping itu, Ajeng melihat saham emiten CTRA juga dapat dilirik karena fokus sebagian pendapatannya bersumber dari penjualan rumah tapak.

Sementara itu, Sukarno melihat pelemahan rupiah dapat menjadi sentimen negatif bagi sektor properti ke depan selain virus korona.(Arvin Nugroho/Handoyo/kontan)