Pasar Perumahan Primer Melambat pada Kuartal I/2020

Kamis, 09 April 2020

Pemandangan deretan gedung bertingkat di ibu kota terlihat dari kawasan Tanah Abang, Jakarta.. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

JAKARTA - Indonesia Property Watch mencatat bahwa kinerja subsektor residensial di pasar primer selama kuartal pertama 2020 melambat di sejumlah daerah.

CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mencontohkan pasar perumahan primer di DKI Jakarta, mengalami penurunan hingga 27 persen selama periode Januari—Maret 2020.

"Kalau di Jakarta sudah terdampak pada pertengahan kuartal. Jadi, banyak yang menahan pembelian," ujar Ali kepada Bisnis, Rabu (8/4/2020).

Salah satunya pemicu penurunan adalah adanya sentimen virus corona jenis baru atau Covid-19 sehingga transaksi penjualan properti residensial di pasar primer ikut tertahan.

Meskipun tabulasi data masih disusun, lanjut Ali, data sementara menunjukkan bahwa penurunan terjadi di segmen harga mulai dari Rp1 miliar ke atas, bahkan segmen harga rumah di kisaran Rp150 juta juga ikut tergerus di sebagian daerah.

Sementara itu, Ali menyatakan bahwa pertumbuhan tipis terjadi di Provinsi Banten yang tren penjualannya masih imbas dari kuartal sebelumnya yang sudah naik. Penurunan mulai terjadi pada akhir kuartal pertama 2020. 

"Jadi, secara triwulanannya masih naik tipis, tetapi ke depan diperkirakan turun 20 persen hingga 25 persen, bahkan bisa lebih," ujar Ali.

Dia mengaku bahwa kondisi pasar properti saat ini, baik primer maupun sekunder, memang tengah terjadi penurunan sebagai akibat adanya ketidakpastian ekonomi dari Covid-19. Namun, jauh sebelum itu tren penjualan juga memang masih melambat.

Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa penjualan properti residensial pada kuartal keempat 2019 mengalami penurunan 16,33 persen (quarter to quarter), padahal pada kuartal sebelumnya sempat tumbuh 16,18 persen secara kuartalan. BI mencatat penurunan penjualan properti terjadi pada seluruh tipe rumah.

Demikian juga dengan indeks harga properti residensial (IHPR) Bank Indonesia yang menunjukkan adanya perlambatan pada kuartal keempat 2019.

Ali menerangkan bahwa kondisi sektor properti tahun ini akan jauh lebih parah bila dibandingkan dengan beberapa tahun belakangan. Industri ini telah mengalami kelesuan sejak 2016 hingga sekarang.

"Kalau ini sampai berlanjut sampai 6 bulan ke depan, banyak pengembang kelas kecil menengah mengalami kolaps," katanya.

Di sisi lain, dia berharap agar ketidakpastian ekonomi di tahun ini tidak akan terjadi seperti krisis 1998 yang ketika itu banyak perusahaan properti mengalami kebangkrutan.

Dengan kondisi saat ini, lanjut dia, satu-satunya cara bertahan pengembang adalah melakukan efisiensi arus kas. Ali menerangkan bahwa faktor pasar saat ini tidak bisa dikendalikan.

"Biaya [yang tidak perlu] harus di-cut. Termasuk negosiasi dengan perbankan untuk penundaan, pengurangan bunga, sampai restrukturisasi," tutur dia.

Promosi secara digital dinilai memang paling masuk akal di tengah kondisi saat ini.(Zufrizal/Ilham Budhiman/Bisnis)